Ilustrasi. |
MANDALIKAPOST.com - Kasus penyebaran berita bohong sesuai UU ITE yang menyeret pengacara senior Ida Made Santi Adnya SH (IMS) sebagai terdakwa, segera disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram.
Pihak Kejaksaan sudah melimpahkan berkas ke PN Mataram dan dijadwalkan kasus tersebut akan menjalani sidang perdananya pada Kamis 8 September 2022, pekan depan.
Kasus dengan pelapor I Gede Gunanta sebagai Owner Hotel Bidari Lombok ini, mendapat perhatian dari pihak DPD Insan Pariwisata Indonesia (IPI) Provinsi NTB.
Ketua DPD IPI NTB, Zulfadli mengapresiasi kinerja optimal dan profesional aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan yang sudah menangani kasus ini, dimana sebentar lagi akan mulai disidangkan.
"Kita apresiasi penanganan yang dilakuakn APH, di mana kasus ini segera akan disidangkan. Kami berharap keputusan yang seadil-adilnya untuk kasus ITE ini," ujar Zul, sapaan akrabnya, Jumat 2 September 2022 di Mataram.
Zul mengaku terus mengikuti perkembangan kasus ini melalui media massa. Apalagi pelapor sekaligus korban dalam kasus ini adalah Owner Bidari I Gede Gunanta yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pengembangan Usaha di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IPI Jakarta.
"Saya mengenal beliau, pak Gede Gunanta sebagai seorang pekerja keras, tekun dan konsisten dalam mengembangkan usaha perhotelan yang mendukung kepariwisataan di NTB ini," katanya.
Diketahui, kasus ini bermula saat IMS memposting unggahan di media sosial facebook. Dia mengunggah foto Hotel Bidari dengan kalimat "Kondisi HOTEL BIDARI yang akan segera di lelang, kalo ada yang berminat hubungi saya". Selain itu juga diunggah hasil penilaian KJPP dan Surat KPKNL yang ditujukan kepada PN Mataram.
Tak terima dan merasa dirugikan, owner Bidari Gede Gunanta akhirnya melaporkan kasus ini, dan IMS menjadi tersangka kasus ITE. IMS dinilai telah menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45 A Ayat ( 1 ) UU No. 19 Tahun 2016 Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Zul, dari sisi bisnis kepariwisataan tentu kasus ITE IMS ini sangat merugikan Hotel Bidari. Sebab, kunci utama bisnis adalah imej dan kepercayaan.
"Dengan beredarnya berita bohong bahwa Hotel Bidari akan dilelang, tentu implikasinya sangat banyak diurusan bisnis, misalnya klien memutus kerjasama, dan ini pasti merugikan," katanya.
Zul yang sehari-hari sebagai GM Svarga Resort Senggigi, sangat menyayangkan yang dilakukan IMS, seorang penegak hukum yaitu advokat, yang melakukan perbuatan yang diduga melanggar hukum.
Apalagi, papar dia, pemanfaatan Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 3 UU ITE, dilaksanakan berdasarkan azas kepastian hukum, kemanfaatan, kehati-hatian, itikad baik dan kebebasan memilih tehnologi atau netral tehnologi.
"Kehati - hatian ini ditekankan agar tidak merugikan diri sendiri dan/atau pihak lain. Dalam kasus ini Bidari jelas dirugikan. Sebab, usaha pariwisata dimana didalamnya termasuk jasa Perhotelan adalah image, reputasi, dan nama baik," terangnya.
Zul menambahkan, di sektor pariwisata, semua pelaku usaha, pemerintah dan masyarakat pada umumnya mempunyai kewajiban dalam menjaga citra baik daerah khususnya di NTB.
"Tujuannya agar para wisatawan merasa nyaman untuk selanjutnya datang kembali berwisata di daerah kita ini dengan mengajak keluarga, teman dan kolega.
Zul berharap agar proses hukum kasus ITE IMS ini berjalan fair dan akuntable untuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan.
"Kami mohon kepada majelis untuk.memutus perkara dengan seadil-adilnya," katanya.
DPD IPI NTB juga mendorong JPU dalam kasus ini agar tidak ragu-ragu mendakwa pelaku kejahatan ITE. Hal ini dimaksudkan sebagai pelajaran bagi warga masyarakat agar selalu berhati-hati dan cermat dalam memanfaatkan tehnologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Karena tanpa sadar perbuatan kita dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi diri sendiri ataupun pihak lainnya," tukasnya.