PUTRI MANDALIKA. Festival budaya menampilkan kecantikan Putri Mandalika dalam Festival Bau Nyale di Lombok Tengah. (FOTO : Dok. Mandalika Post) |
MANDALIKAPOST.com - Festival Pesona Bau Nyale akan digelar pada Jumat 10 - Sabtu 11 Februari 2023. Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana puncak seremoni dihelat di kawasan Pantai Seger, tahun ini puncak Bau Nyale akan digelar di kawasan Pantai Tanjung Ann, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Tradisi Bau Nyale di Lombok berkaitan erat dengan legenda putri Mandalika, yang kini namanya tersemat sebagai nama Sirkuit sekaligus kawasan khusus ekonomi pariwisata The Mandalika.
Penentuan tanggal pelaksanaan core event Bau Nyale 2023 sudah ditetapkan berdasarkan Sangkep Warige atau rapat penentuan bau nyale yang dilaksanakan oleh para tokoh adat, tokoh agama dan tokoh budaya di Dusun Adat Sasak Ende, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah pada Rabu, 11 Januari 2023. Para tokoh tersebut berdasarkan perhitungan kalender Sasak dan melihat tanda-tanda alam di sekitar pantai selatan bumi Tatas Tuhu Trasna itu akhirnya sepakat acara Bau Nyale dilaksanakan 10-11 Februari 2023.
Acara adat Sangkep Warige penentuan waktu Bau Nyale 2023 diakhiri dengan penandatangan berita acara hasil Sangkep Warige dan penyerahan berita acara hasil keputusan sangkep warige oleh Ketua Majelis Adat Sasak Lombok Tengah, Lalu Purnama Agung kepada Pemkab Lombok Tengah yang diterima oleh Wakil Bupati Lombok Tengah, Dr. HM. Nursiah, S.sos. M.Si.
Cerita Putri Mandalika merupakan salah satu legenda yang berasal dari Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Legenda Putri Mandalika terkait dengan tradisi menangkap cacing laut yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika. Legenda Putri Mandalika Putri Mandalika lebih dikenal dengan sebutan Mandalike.
Ia merupakan putri yang berasal dari salah satu kerajaan di Pulau Lombok, yang bernama Kerajaan Tonjang Beru. Raja Kerajaan Tonjang Beru memerintahkan wilayah dengan adil dan makmur. Putri Mandalika dikenal sebagai putri yang paling cantik, kecantikannya dikenal hingga ke pelosok negeri. Putri Mandalika tidak hanya cantik melainkan tutur katanya lembut dan bahasanya sopan. Ia juga senang menolong.
Karena kecantikan dan kelembutan budinya, banyak pangeran dari kerajaan tetangga yang ingin melamar dan mempersunting Mandalika. Raja Tonjang Beru yang juga ayah Mandalika yang bernama Raja Seth akhirnya membuat sayembara adu kedigdayaan dan kanuragan para pangeran yang hendak mempersunting Mandalika. Tujuannya agar keputusan Raja bisa adil, dan pangeran yang paling digdaya yang berhak mempersunting Mandalika.
Putri Mandalika yang mendengar niat ayahnya, kemudian berdoa agar dapat memngambil keputusan yang baik dan tepat. Ia merasa pertarungan bukanlah jalan terbaik untuk sebuah tujuan. Ia tak ingin dirinya diperebutkan namun dengan pertumpahan darah antar pangeran. Demi tanggung jawabnya, putri bertapa untuk meminta petunjuk.
Setelah bertapa, putri Mandalika kemudian mengundang seluruh pangeran yang ingin melamarnya untuk berkumpul pada tanggal 20 bulan 10 pada penanggalan Sasak. Para pengeran diminta berkumpul di Pantai Seger, yang lokasinya berdekatan dengan Pantai Kuta Mandalika, Lombok, pada pagi buta sebelum adzan Subuh berkumandang. Pada hari yang ditentukan para pangeran berkumpul. Saat matahari berada di ufuk timur, puteri bersama raja dan ratu serta pengawal datang menemui mereka. Putri Mandalika terlihat cantik karena menggunakan bahan sutra. Penampilan putri membuat para pangeran makin terpikat.
Kemudian, Putri Mandalika naik ke atas Bukit Seger ditemani pengawal. Dari atas bukit, putri menyampaikan pesan pada semua yang hadir di Pantai Seger. Ia berencana menerima semua pinangan pelamar. Putri mengambil keputusan tersebut supaya ketentraman dan kedamaian pulau tidak rusak karena persaingan. Sebab, kalau ia menerima pinangan salah satu orang saja maka perselisihan akan terjadi. Pengumuman tersebut membuat peserta terheran-heran.
Selanjutnya, putri menjatuhkan diri ke laut dan hanyut ditelan ombak. Melihat kejadian itu, para peserta berusaha mencari putri, namun putri tidak ditemukan. Setelahnya, muncul binatang-binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak. Binatang tersebut menyerupai cacing yang amat panjang. Masyarakat setempat menyebutnya nyale.
Perbuatan putri sangat dikenang masyarakat Lombok. Oleh karena itu dibuat Upacara Nyale atau Bau Nyale, upacara dilakukan pada Februari hingga Maret, setiap tahun. Tradisi Bau Nyale di Lombok Dalam pelaksanaan Festival Bau Nyale, masyarakat Suku Sasak (Majelis Sasak Lombok) menggunakan perhitungan Rowot. Penanggalan Kalender Rowot telah menjadi penentu puncak Bau Nyale sejak dari dulu. Penanggalan Rowot ini dilatarbelakangi dengan kisah Putri Mandalika.
Dalam kisah tersebut, Putri yang terjun ke laut malah diangkat ke langit menjadi rasi bintang Rowot. Perhitungan Rowot pada Suku Sasak, yaitu sistem penanggalan yang memperhitungkan pergerakan bulan, bintang (Pleades), dan matahari. Bau Nyale terdiri dari dua kata, yaitu Bau yang artinya menangkap dan Nyale adalah cacing laut sejenis filumannelida. Tradisi Bau Nyale adalah tradisi turun temurun masyarakat Lombok Tengah yang telah berusai ratusan tahun.
Berdasarkan Babad Lombok yang dipercayai masyarakat setempat, tradisi ini telah dilakukan kurang lebih sejak sebelum abad ke-16. Dalam perhitungan tradisional Sasak, tradisi berlangsung setiap tanggal 20 bulan 10 atau sekitar Februari yang bertempat di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah. Tata Cara Tradisi Bau Nyale Prosesi Bau Nyale diawali dengan sangkep atau pertemuan para tokoh untuk menentukan hari baik (tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak). Penentuan tanggal untuk mengetahui waktu nyale akan muncul.
Proses berikutnya dilanjutkan dengan mepaosan, yaitu pembacaan lontar yang dilakukan tokoh adat sehari sebelum pelaksanaan tradisi. Mepaosan dilakuan di bangunan tradisional tiang empat yang disebut Bale Saka Pat. Pembacaan lontar dilakukan dengan tembang pupuh atau nyanyian tradisional, dengan urutan Pupuh Smarandana, Pupuh Sinom, Pupuh Maskumandang, dan Pupuh Ginada.
Proses tradisi Bau Nyale menggunakan berbagai perlengkapan, yaitu daun sirih, kapur, dua buah gunungan yang berisi jajan tradisional khas Sasak, kembang setaman dengan sembilan jenis bunga, serta buah-buahan tradisional. Upacara digelar pada dinihari sebelum masyarakat turun ke laut untuk menangkap nyale. Upacara dilakukan para tokoh adat. Upacara dinamakan Nede Rahayu Ayuning Jagad. Prosesi dilakukan dengan cara para tetua adat berkumpul dalam posisi melingkar dan ditengah-tengahnya diletakkan jajanan dalam bentuk gunungan.
Di malam puncak Bau Nyale, ribuan masyarakat tumpah ruah untuk memburu cacing Nyale. Festival Pesona Bau Nyale akan digelar pada Jumat 10 - Sabtu 11 Februari 2023. Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana puncak seremoni dihelat di kawasan Pantai Seger, tahun ini puncak Bau Nyale akan digelar di kawasan Pantai Tanjung Ann, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Lalu apa saja kegiatan menariknya?
Tradisi Bau Nyale di Lombok, Nusa Tenggara Barat sudah dikemas sebagai event Pariwisata sejak dua dekade terakhir. Rangkaian event menuju puncak biasanya diisi dengan beragam kegiatan seperti pawai budaya, atraksi perisaian, pemulihan Putri Mandalika, dan hiburan artis di malam puncak.
Namun secara tradisi, Bau Nyale lebih kepada wadah berkumpul dan bersilaturahmi dengan sanak kerabat, tetangga desa, dan juga pengunjung dan wisatawan yang datang. Sebab setiap tahun bisa ribuan orang tumpah ruah di sepanjang pantai selatan pulau Lombok untuk berburu cacing Nyale yang diyakini sebagai jelmaan Putri Mandalika.
Sebagian besar masyarakat meyakini ada banyak khasiat cacing Nyale jika dikonsumsi. Salah satunya adalah untuk menjaga awet muda dan berparas cantik bagi kaum wanita.
Secara ilmiah cacing Nyale yang muncul sebenarnya merupakan berbagai jenis cacing laut (Polychaeta) yang sedang melakukan pemijahan atau berkembang biak secara massal. Dalam siklus hidup Polychaeta, pemijahan terjadi setahun sekali dan dilakukan secara massal atau disebut swarming. Di Lombok, peristiwa ini terjadi antara bulan Februari dan Maret setiap tahunnya dan hanya terjadi di Pantai Seger dan sekitarnya. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi habitat dan predator.
Di wilayah lain pun terdapat peristiwa serupa, yakni kemunculan cacing Palolo atau Eunice viridis di Kepulauan Samoa setiap bulan November atau Oktober, serta kemunculan cacing Leudice di Teluk Meksiko setiap bulan Juni atau Juli.