Sudah saatnya KPK mengkaji pembentukan kedeputian khusus yang menangani kekayaan penyelenggara negara yang juga membidangi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). (Foto: Istimewa/MP). |
Usulan tersebut disampaikan Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98), Hasanuddin dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin kemarin (6/3/2023), dengan pertimbangan, pertama, landasan hukum LHKPN adalah UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan sewajarnya tugas dan fungsi pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara setidaknya setingkat deputi sebagai pengganti Komisi Pemeriksa yang diamanatkan UU, bukan direktorat.
"Pertimbangan Kedua, maraknya dugaan kekayaan tidak wajar dari penyelenggara negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) tentu perlu penanganan yang komprehensif dengan kewenangan yang memadai. Tentu saja hal ini tak cukup setingkat direktorat yang memiliki keterbatasan tersendiri, khususnya pemeriksaan dan penyelidikan kekayaan tak wajar ke ranah penindakan, sehingga tidak sebatas LHKPN sebagai dokumen yang berujung pada arsip semata," kata Hasan.
Oleh sebab itu kewenangan penanganan kekayaan penyelenggara negara yang diberikan kepada KPK tentu saja tidak sebatas pencegahan melainkan juga penindakan sebagaimana amanat UU TPK, lanjutnya.
Pertimbangan ketiga menurut Hasan adalah sudah 24 Tahun sejak 1999 pentingnya penyelenggara negara yang bebas KKN dan diberikan waktu untuk menata diri dengan pencegahan, kini saatnya prioritas pada penindakan penyelenggara negara melalui pintu LHKPN.
Keempat yang jadi pertimbangan Aktivis 98 ini juga adalah penindakan Kekayaan Tak Wajar yang bersumber dari LHKPN sudah memiliki payung hukum, baik berupa UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) maupun UU TPK (Tindak Pidana Korupsi), baik melalui pembuktian terbalik dan ditemukan pidana asalnya dan dapat dilakukan perampasan harta benda melalui pidana tambahan.
Namun, landasan hukum ini akan terkendala teknis operasional sebab keterbatasan penanganan karena kekayaan penyelenggara negara yang ruang lingkupnya luas hanya ditangani setingkat direktorat (Direktorat PP LHKPN) dibawah kedeputian pencegahan dan Monitoring KPK.
"Siaga 98 pesimis Kekayaan Tak Wajar penyelenggara negara secara nasional dapat ditangani secara sistematik dan memadai jika hanya mengandalkan sumber daya setingkat direktorat semata," pungkasnya.