GMNI Malang menyerukan pentingnya memperkuat lembaga lokal dalam proses konservasi lingkungan dalam lanjutan giat advokasinya di Desa Selorejo, Dau, Malang, Minggu, 2 April 2023. (Foto: Istimewa/MP). |
Kali ini, GMNI Malang memfokuskan agenda pada pembahasan perihal konservasi dan penguatan lembaga lokal yang diangkat dalam forum "Njagong" atau duduk bersama dengan berbagai stakeholder Desa Selorejo.
Dalam giat yang dilaksanakan di Pendopo Balai Desa Selorejo, Minggu (2/4/2023) tiga hari yang lalu itu mengundang seluruh stakeholder yang ada di desa setempat. Yakni, Pemdes Selorejo beserta jajaran, Lembaga adat dalam hal ini LANDAK Sabuk Kawi (Lembaga Adat Andalan Konservasi) Desa Selorejo, Kelompok Tani Hutan (KTH) Wonokerto Lestari, perwakilan pemuda, para alumni serta para pengurus dan kader GMNI Malang.
Tidak lupa dalam giat tersebut juga mengundang 2 keynote speaker yang juga merupakan tokoh nasionalis dan penggerak lingkungan serta pelestarian alam, yaitu Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta 1, Raymond Valiant Ruritan, serta pegiat konservasi sekaligus alumnus GMNI UPN Veteran Surabaya, Heru.
Kegiatan tersebut, merupakan rangkaian ketiga langkah advokasi kerakyatan GMNI Malang dalam upaya memulai advokasinya di Desa Selorejo. Sebelumnya mengadakan live in (hidup bersama masyarakat), hingga melaksanakan giat screening kesehatan gratis untuk masyarakat Desa Selorejo dalam tajuk besar yaitu "Turun ke Bawah".
"Momen Dies natalis yang ke 69 GMNI ini, kami ingin maknai sebagai pengingat marwah gerakan dan perjuangan GMNI sebagai gerakan kerakyatan. yang lahirnya tidak lepas dari harapan rakyat akan kehidupan yang berdaulat, adil dan makmur," ungkap Priska, ketua pelaksana kegiatan dalam rilis yang diterima media ini. Rabu (5/4).
Pemerhati perempuan ini mengatakan lebih lanjut, dengan serangkaian kegiatan Turun Bawah (Turba) ke Masyarakat desa, ia ingin kegiatan ini berdampak di masyarakat sekaligus anggota GMNI belajar bermasyarakat. Yakni, memahami kondisi sosial kultural yang ada di desa dan permasalahan yang ada.
"Maka melalui kegiatan life in dan analisis sosial, serta serangkaian kegiatan bersama masyarakat Desa Selorejo lainnya. Yang kami inginkan dari kegiatan ini berdampak di masyarakat," ujar Priska.
Kegiatan ketiga yang merka lakukan mengangkat tajuk, konservasi alam dan njagong desa. Iàni dimulai dengan kegiatan konservasi oleh para kader GMNI Malang di dampingi oleh Lembaga LANDAK dengan belajar menanam dan penghijauan.
Hal ini penting dilakukan, karena Desa Selorejo merupakan daerah pegunungan yang juga menjadi salah satu tumpuan hulu mata air yang sangat besar.
"Kegiatan kami selanjutnya, dilanjutkan dengan "Njagong desa" atau forum diskusi dengan pemangku desa yang dilaksanakan di pendopo Desa Selorejo," katanya.
GMNI Malang berharap, dengan berbagai kegiatan pembuka dalam momen Dies Natalis ini menjadi langkah konkret awal dalam upaya gerakan kerakyatan yang diinisiasi oleh GMNI Malang.
"Kami berharap ini menjadi pintu pembuka bagi GMNI dalam jangka panjang, menjadi mitra dalam hal advokasi kerakyatan. Juga sebagai upaya kontribusi kami secara langsung dalam penyelesaian permasalahan masyarakat Desa Selorejo," harap Priska.
Priska menambahkan dalam penyampaiannya, ia memaparkan hasil analisis sosial yang telah dilakukan GMNI Malang selama beberapa minggu di Desa Selorejo. Serta mengutarakan komitmennya menjadi organisasi mitra dalam proses optimalisasi potensi Desa Selorejo dengan tetap secara simultan melaksanakan pendampingan dan pengabdian.
"Konsevasi alam dan njagong desa ini merupakan kegiatan formal kami, dalam serangkaian agenda turun ke bawah bersama masyarakat Desa Selorejo sekaligus tasyakuran Dies Natalis ke 69 GMN," jelasnya.
"Meskipun ini kegiatan terakhir, tetapi bukan menjadi akhir gerakan kami. Melainkan sekaligus menjadi pintu pembuka bagi kami untuk menjadi mitra pendamping masyarakat dalam hal advokasi kerakyatan yang berkelanjutan," imbuh pegiat isu perempuan ini.
Berbagai gagasan yang dilakukan, untuk wacana serta upaya memperkuat gerakan konservasi berbasis penguatan lembaga konservasi lokal menjadi diskursus yang jadi inti pembahasan.
"Upaya konservasi wilayah hutan lindung, utamanya memang harus dimulai dengan memperkuat embrio lembaga lokal," tegas alumnus GMNI UPN Veteran Surabaya, Heru menambahkan dalam sambutannya.
Di sisi lain, Raymond juga menjelaskan bahwa Desa Selorejo merupakan satu peradaban yang sudah sangat tua serta menjelaskan pentingnya menggunakan pisau analisa Marhaenisme sebagai arah gerak dari pengelolaan potensi desa.
"Desa Selorejo merupakan desa yang sangat tua. Indikatornya adalah dulu sebelum adanya pertanian jeruk. Wilayah ini adalah persawahan padi yang berada diketinggian," ungkap Raymond, mantan Direktur Utama PJT 1.
Hal tersebut membuktikan lanjutnya, memang wilayah ini dari dulu dikenal kaya akan sumber daya air. Sebagai desa yang sangat kaya akan potensi dalam pengelolaannya juga harus hati-hati.
"Saya rasa, dengan konsep Marhaenisme sebagai pisau analisa untuk memahami potensi desa. Dengan paradigma mencintai apa yang kita punya dan memanfaatkan dengan kapital yang dikuasai. Maka kita bisa menjaga serta melestarikan potensi yang ada," ujar Raymond.
Kegiatan ditutup dengan doa bersama oleh pemangku adat lokal Desa Selorejo diikuti oleh pemotongan tumpeng dies natalis ke 69 GMNI serta buka bersama seluruh peserta kegiatan.