Aksi demontrasi mahasiswa berujung kerusuhan di Bangladesh. |
MANDALIKAPOST.com - Demonstrasi besar mahasiswa di Bangladesh, yang berlangsung sejak 1 Juli, belakangan ini berubah menjadi kerusuhan.
Kerusuhan demo mahasiswa di Bangladesh pertama kali terjadi pada awal pekan ini di Universitas Dhaka, Senin (15/7/2024). Awalnya kerusuhan hanya melibatkan peserta demonstran dengan kepolisian di Dhaka. Namun, belakangan ini kerusuhan meluas dari kawasan ibu kota ke kota-kota lain.
Melansir The Guardian, para mahasiswa Bangladesh telah membakar gedung lembaga penyiaran negara, pada Kamis (18/7/2024). Seorang pegawai Bangladesh Television (BTV) mengatakan pada AFP, massa yang marah membakar gedung resepsionis dan puluhan kendaraan yang diparkir di luar
Pihak BTV juga mengatakan “banyak orang” terjebak di dalam saat api menyebar. Seorang pejabat lain dari stasiun televisi tersebut kemudian mengatakan kepada AFP bahwa mereka telah mengevakuasi gedung tersebut dengan aman.
Aksi membakar lembaga penyiaran negara ini dilakukan sehari setelah Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, muncul di televisi. Ia tampil di hadapan publik untuk meredakan bentrokan yang telah membuat puluhan korban tewas.
Selain itu, ratusan pengunjuk rasa yang menuntut reformasi peraturan perekrutan pegawai negeri juga bentrok dengan polisi anti huru-hara. Kepolisian menembaki massa dengan peluru karet, pada saat kerusuhan berlangsung.
Para pengunjuk rasa juga mengejar pada petugas polisi yang mundur ke kantor pusat BTV, di Dhaka.
Pemicu Kerusuhan Bangladesh
Penyebab kerusuhan di Bangladesh dipicu oleh aksi demo besar-besaran mahasiswa setempat untuk memprotes kebijakan pemerintah. Dilansir dari Reuters, kerusuhan demo ini bermula di awal pekan menyusul peristiwa bentrok antara mahasiswa dengan polisi dan mahasiswa pro-pemerintah.
Protes besar-besaran ini dipicu oleh kebijakan Pemerintah Bangladesh yang menetapkan pembatasan kuota seleksi pegawai negeri sipil (PNS). Mahasiswa menuntut agar pemerintah menghapus sistem kuota untuk PNS dan mulai menerapkan skema seleksi berbasis prestasi.
Sistem kuota PNS Bangladesh ini sudah berlaku sejak tahun 1972 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Ketika sistem ini dihapuskan pada tahun 2018, 56 persen pekerjaan pemerintah dibatasi dengan berbagai kuota.
Sebagian besar kuota mencakup kelompok-kelompok seperti keluarga pejuang kemerdekaan, perempuan, dan kelompok yang berasal dari distrik-distrik yang kurang berkembang. Masing-masing menerima kuota penerimaan PNS sepersepuluh.
Selain itu, ada kuota 5 persen yang dialokasikan untuk masyarakat ada dan 1 persen untuk penyandang disabilitas. Para pengunjuk rasa dan kritikus mengatakan bahwa kuota 30 persen untuk keluarga pejuang kemerdekaan cenderung menguntungkan para pendukung Liga Awami, yang memimpin perjuangan kemerdekaan.
Skema ini dinilai hanya menguntungkan kelompok pro-pemerintah pendukung Hasina, yang telah memerintah sejak 2009. Para mahasiswa lantas turun ke jalan menuntut adanya reformasi terkait kebijakan itu.
Mereka menuntut agar semua kategori kuota penerimaan PNS dihapuskan, kecuali dua kategori terakhir. Sebab sistem kuota tersebut mengurangi jumlah pekerjaan pemerintah yang terbuka untuk semua orang.
Demo mahasiswa ini melibatkan kelompok mahasiswa umum dan anggota sayap mahasiswa dari partai Liga Awami, pimpinan Hasina. Para pendemo dari dua kubu terlibat bentrok yang juga melibatkan kepolisian.
Kerusuhan semakin memuncak ketika polisi menembakkan peluru karet dan melemparkan granat suar serta gas air mata untuk membubarkan para demonstran.
Demo yang berlangsung berhari-hari ini melumpuhkan banyak sektor di Dhaka dan kota-kota lain. Demo juga memblokir rel kereta api dan jalan-jalan utama. Di antara para demonstran juga menyerang fasilitas publik dan sektor bisnis, seperti stasiun TV BTV.
Seruan PBB
Kepala lembaga hak asasi manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Volker Turk meminta agar akuntabilitas dan dialog dilakukan di Bangladesh, sementara rangkaian protes yang disertai kekerasan dilaporkan telah menewaskan 75 orang.
“Semua pihak harus menahan diri dan pasukan keamanan harus memastikan bahwa penggunaan kekuatan sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional,” kata Turk, dilaporkan Anadolu, Sabtu.
Bangladesh memberlakukan jam malam di seluruh negaranya dan mengerahkan militer ketika jumlah korban jiwa akibat protes mahasiswa yang disertai kekerasan meningkat menjadi 75 orang.
Sedikitnya 30 orang tewas pada Jumat (19/7) ketika demonstrasi anti pemerintah berkecamuk di negara Asia Selatan tersebut, kata sumber kepolisian di Dhaka kepada Anadolu. Selain itu, lebih dari 2.000 orang terluka dalam pertempuran di seluruh negeri.
“Melibatkan generasi muda adalah yang terbaik dan satu-satunya cara untuk maju,” tambah Turk.
Pada minggu ini, Bangladesh mengalami peningkatan protes terhadap sistem kuota 56 persen untuk posisi sebagai pegawai negeri.
Pemerintah menutup lembaga-lembaga pendidikan. Namun, para mahasiswa menolak meninggalkan kampus dan universitas.
Tiga puluh persen dari 56 persen kuota itu telah dialokasikan untuk para putra dan cucu masyarakat Bangladesh yang berpartisipasi dalam perang kemerdekaan pada 1971.
Pemerintah diperkirakan akan mengajukan banding pada Minggu ke Mahkamah Agung untuk mengurangi kuota itu menjadi 20 persen.