Deputi Direksi Wilayah Bali Nusra, Elfanetti |
MANDALIKAPOST.com- Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan baru yang mengubah kebijakan dalam sistem pelayanan BPJS Kesehatan. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, pemerintah mengubah sistem kelas 1, 2, dan 3 yang selama ini berlaku di BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Perubahan ini tertuang dalam Pasal 103B Ayat 1 Perpres Nomor 59 Tahun 2024, yang menyebutkan bahwa penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap akan didasarkan pada kelas rawat inap standar. Terkait hal itu, Deputi Direksi Wilayah Bali Nusra, Elfanetti mengatakan sampai saat ini belum ada keputusan resmi dari pemerintah untuk menghapus sistem pengelompokan ruang rawat inap berdasarkan kelas 1, 2, 3 yang selama ini dikenal di BPJS Kesehatan.
"Belum ada pembahasan, jadi sampai sekarang iuran masih sama dan masih tetap ada kelas 1, 2 dan 3. Kami masih menunggu aturan turunan dari Kementerian Kesehatan terkait implementasi kebijakan KRIS. Termasuk soal besaran iuran para peserta setelah penerapan sistem KRIS masih belum ada pembahasan dengan pemerintah. Selama iuran baru belum berlaku, besaran iuran yang dibayarkan peserta masih mengacu pada aturan lama. Besaran pembayaran dalam aturan itu masih mengacu pada sistem kelas 1, 2, dan 3 yang saat ini kita kenal,” jelas Elfanetti, Selasa (30/07).
Elfanetti berpendapat bahwa sistem KRIS yang dikeluarkan pemerintah bisa jadi hanya kelasnya saja yang distandarkan. Sementara untuk iuran peserta JKN hingga kini belum ada pembahasan lebih lanjut. Elfanetti menyebut ada 12 kriteria yang harus dipenuhi oleh pihak rumah sakit untuk bisa merawat pasien BPJS Kesehatan menggunakan sistem KRIS.
“Rumah sakitnya sendiri ada beberapa kriteria yang harus mereka penuhi, di antaranya ruang rawat inap harus dilengkapi fasilitas AC, kamar mandi ada di dalam ruang rawat inap, ada ventilasi udara dalam ruangan, ada jarak antara tempat tidur, kemudian satu kamar maksimal ada empat tempat tidur. Berikutnya ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi, serta kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas dan ada outlet oksigen dan lainnya,” terang Elfanetti.
Menurutnya, penerapan sistem KRIS ini dimaksudkan untuk menyeragamkan standar kualitas pelayanan kesehatan dan fasilitas yang diterima pasien. Artinya di manapun peserta JKN pelayanan yang diberikan sama, sehingga dapat meningkatkan mutu layanan.
"Sebenarnya itu yang dimaksud dengan KRIS. Karena kan tujuan jaminan sosial ini memastikan peserta JKN mendapatkan kesetaraan layanan. Jadi sama semua di daerah manapun di seluruh Indonesia. Dari perkotaan sampai ke pelosok, standar rawat inap itu sudah ditetapkan sama," jelasnya.
Sementara itu, sejumlah masyarakat menanggapi sistem KRIS. Salah satu warga Kota Mataram Komaruddin berharap penerapan KRIS nantinya bisa meningkatkan pelayanan kesehatan, tanpa harus menaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Di sisi lain, Komaruddin mengaku pelayanan kesehatan Program JKN dari BPJS Kesehatan sudah semakin baik saat ini.
"Kami sangat mendukung jika KRIS ini membuat pelayanan semakin bagus dan ada standarisasi pelayanan kesehatan. Namun kalau bisa, iurannya jangan naik apalagi mahal. Kalau dari saya pribadi, dengan pelayanan BPJS Kesehatan yang sekarang saja, kualitasnya sudah cukup bagus. Kami berharap kalau nanti KRIS diberlakukan, maka harus lebih bagus lagi pelayanan kesehatan untuk masyarakat. BPJS Kesehatan perlu memperkuat kerja sama juga dengan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan layanan. Intinya masyarakat mendukung sepanjang KRIS tidak membebani dan benar-benar meningkatkan standar pelayanan kesehatan," ungkapnya