Ribuan demonstran geruduk kantor Bupati Lombok Timur. (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com - Kemarahan warga Desa Korleko, Desa Tirtanadi, dan Desa Korleko Selatan di Lombok Timur akhirnya memuncak. Ribuan warga menggelar demonstrasi besar-besaran di depan kantor Bupati dan Polres Lombok Timur menuntut penutupan seluruh tambang galian C yang telah mencemari lingkungan mereka selama bertahun-tahun. Senin (30/9).
Para demonstran, yang mayoritas adalah petani dan nelayan, mengaku sangat menderita akibat aktivitas penambangan yang tidak terkendali.
Lahan pertanian mereka rusak parah, sumur-sumur mengering, dan lingkungan hidup tercemar limbah tambang.
"Kami sudah lelah menderita. Selama 12 tahun, kami seperti terjajah di tanah sendiri," tegas Irawan, salah seorang warga Desa Korlek.
Ia juga menambahkan, "Kami hanya ingin air kami jernih kembali," imbuhnya.
Kemarahan warga semakin memuncak setelah beberapa hari lalu, banjir bandang akibat limbah tambang melanda permukiman mereka.
Rumah-rumah warga dan lahan pertanian penuh dengan pasir, batu, dan oli bekas tambang.
"Kami minta pemerintah segera bertindak tegas. Tutup semua tambang ilegal dan cabut izin tambang yang merusak lingkungan," lanjut Irawan.
Ribuan warga Korleko geruduk kantor Bupati Lombok Timur. (Foto: Rosyidin/MP). |
Menanggapi aksi demonstrasi tersebut, Penjabat (Pj) Bupati Lombok Timur, H. M. Juaini Taofik, mengakui bahwa masalah pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang di Korleko memang sudah berlangsung lama.
Ia juga menyesalkan terjadinya konflik antara sektor pertanian dan pertambangan.
"Kami memahami kekecewaan warga. Kami akan tindak lanjuti tuntutan mereka," ujar Juaini.
Namun, Juaini juga menjelaskan bahwa penutupan tambang bukan perkara mudah, karena izin penambangan berada di tangan pemerintah pusat.
Pemerintah daerah, kata dia, hanya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penertiban.
"Kami akan memanggil asosiasi penambang untuk membahas masalah ini. Semua tambang harus taat pada aturan dan tidak merusak lingkungan," tegas Juaini.
Aksi demonstrasi yang berlangsung cukup panas sempat membuat situasi tegang. Massa aksi yang merasa tidak puas dengan jawaban PJ Bupati hampir merobohkan pintu kantor bupati.
Setelah aksi demonstrasi, massa kemudian melanjutkan aksinya dengan menutup paksa sejumlah tambang yang dianggap telah mencemari lingkungan.
Jika masalah pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan lingkungan yang lebih parah di masa depan.
Selain itu, konflik antara masyarakat dan pengusaha tambang juga berpotensi terus berlanjut.
Tuntutan warga Korleko untuk menutup tambang ilegal dan menghentikan pencemaran lingkungan merupakan suara rakyat yang harus didengar oleh pemerintah.
Pemerintah daerah dan pusat perlu bekerja sama untuk mencari solusi terbaik yang dapat menyeimbangkan kepentingan antara sektor pertanian dan pertambangan.