Dulu Lawan, Kini Kawan: Pembelajaran Politik dari Bang Zul dan Abah Uhel

MandalikaPost.com
Sabtu, November 23, 2024 | 10.54 WIB Last Updated 2024-11-23T02:54:24Z
PENULIS : Abdul Ali Mutammima Amar Alhaq, S.Sos., penulis adalah Politisi Muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS).


Kontestasi Politik 5 tahunan di Indonesia selalu menghadirkan kejutan yang mungkin sebelumnya tak pernah terpikirkan. Konon kata sebagian orang politics is art of possible (politik itu seni berbagai kemungkinan). Pada Konteks Pilgub NTB 2018, kita tentu masih ingat Zulkieflimansyah (Bang Zul) dan Suhaili FT (Abah Uhel) berada pada sisi yang bersembrangan. 



Pada saat itu Bang Zul berpasangan dengan Ummi Rohmi dan Abah Uhel berpasangan dengan Pak Amin. Hasil akhir menunjukkan Bang Zul-Ummi Rohmi berhasil memenangkan Pilgub NTB 2018 dengan raihan suara sekitar 811.945, sementara Abah Uhel-Pak Amin meraup suara 674.602. Namun, yang justru menarik dan mengejutkan, lima tahun berselang keduanya Ban Zul-Abah Uhel bergandengan tangan sebagai satu kesatuan Calon di Pilgub NTB 2024.


 Dalam Politik, perilaku kedua tokoh ini bisa dimaknai sebagai kemampuan keduanya menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Rivalitas yang terjadi 5 tabun silam dapat dilihat sebagai bagian dari dinamika sosial politik yang wajar, namun kerja sama pada masa kini merupakan bentuk dari kepemimpinan inklusif yang mencerminkan kepekaan terhadap situasi politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.


 Kolaborasi Bang Zul dan Abah Uhel juga merupakan menyatunya dua spektrum sosial yang berbeda. Bang Zul dengan pendekatan modernitas sangat relevan dengan generasi muda NTB dan Bang Zul juga dengan kesederhanaannya yang mampu membaur dengan masyarakat tanpa sekat telah mendobrak kesan yang selama ini di benak masyarakat pemimpin itu adalah ia yang hidupnya penuh dengan kemewahan. 


 Di sisi lain, Abah Uhel representasi dari tradisi dan nilai religius yang masih sangat kuat di tengah kehidupan masyarakat. Dengan pengalamannya memimpin Lombok Tengah 2 Periode, Abah Uhel dikenal sebagai figur yang dekat dengan komunitas akar rumput, memiliki kemampuan membangun solidaritas berbasis kearifan lokal dan kemampuannya melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat menjadi wujud nyata dari sosok Abah Uhel. Sinergi keduanya bisa menjadi model pembangunan yang bukan saja berfokus pada infrastruktur, tetapi juga mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bersaing di tingkat nasional bahkan dunia, keduanya juga mampu memperkuat hubungan sosial dan budaya masyarakat NTB. memperkuat hubungan sosial,  


 Dalam konteks sosiologi politik, Bang Zul-Abah Uhel dapat dipandang sebagai langkah mempererat hubungan antar berbagai kelompok masyarakat. Penulis berpandangan bahwa, masyarakat NTB tidak hanya melihat politik dari sudut pandang para elit, tetapi juga dari bagaimana kebijakan itu mempengaruhi kehidupan sosial mereka. 


 Kolaborasi ini kemudian mengingatkan kita pada konsep solidaritas sosial dalam teori sosiologi. Emile Durkheim berpandangan bahwa solidaritas sosial merupakan sesuatu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun kelompok-kelompok sosial. Sebab pada dasarnya, setiap manusia memerlukan solidaritas antar satu kelompok maupun dengan kelompok lainnya. Dalam hal ini, Bang Zul-Abah Uhel dapat membangun narasi yang memperkuat solidaritas sosial tersebut, menyatukan masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang mengedepankan kesejahteraan bersama serta menjaga keberagaman dan harmoni di tengah perbedaan.  


Politik Sebagai Rekonsiliasi Sosial


Kolaborasi Bang Zul-Abah Uhel menjadi salah satu bentuk dari solidaritas politik yang dapat mempengaruhi stabilitas sosial masyarakat. Dengan bersatunya dua tokoh besar ini harapannya adalah masyarakat dapat lebih mudah menjaga meninggalkan perpecahan yang sering kali terjadi karna kontestasi politik. Keputusan bersatunya dua tokoh ini juga bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat bahwa politik tidak seharusnya menjadi sebuah panggung yang merusak keharmonisan kehidupan sosial masyarakat. Sebaliknya, politik bisa menjadi sarana memperkuat solidaritas melalui pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis rekonsiliasi.



Sebagai generasi muda, kita bisa dapat mengambil hikmah yang begitu besar dari kisah Bang Zul-Abah Uhel. Menyatunya kedua tokoh ini bukan saja tentang strategi politik akan tetapi cerminan dari dinamika sosial politik di NTB, di mana bahwa rivalitas tidak melulu diakhiri dengan permusuhan selamanya. Sebaliknya ini adalah bentuk nyata bahwa rekonsiliasi dan kerjasama merupakan bagian dari tradisi sosial yang telah mengakar di kehidupan sosial masyarakat. Rekonsiliasi ini juga menunjukkan bahwa keberanian untuk berdamai adalah tanya kekuatan sejati. 



Penulis melihat bahwa bagi pemilih pemula, pasangan ini bisa menjadi sebuah pilihan dalam kontentasi Pilgub NTB kali ini. Bang Zul-Abah Uhel adalah contoh nyata bagaimana politisi ulung bisa menciptakan ruang dialog dan harmoni di tengah banyaknya warna di masyarakat. 



Cerita Bang Zul-Abah Uhel merupakan peristiwa politik yang begitu penting sehingga dapat dijadikan pembelajaran, bahwa politik bisa menjadi sarana membangun bukan justru menghancurkan. Keduanya juga telah menunjukkan bahwa perbedaan di masa lalu bukanlah penghalang untuk bersatu dan bekerja sama demi kebaikan serta kemaslahatan yang jauh lebih besar. 



Langkah keduanya telah merefleksikan nilai-nilai rekonsiliasi dan harmoni sosial yang telah mendarah daging di kehidupan masyarakat. Semoga perjalanan politik keduanya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua dan keduanya mampu melanjutkan ikhtiar NTB gemilang yang telah dilakukan Bang Zul di periode pertama. Pada akhirnya politik adalah tentang bagaimana kita bisa saling melengkapi bukan saling menjatuhkan. (*)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dulu Lawan, Kini Kawan: Pembelajaran Politik dari Bang Zul dan Abah Uhel

Trending Now