IJTI NTB menggelar pertemuan dengan Polda NTB. (Foto: Istimewa/MP). |
MANDALIKAPOST.com – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah tegas dalam merespons dugaan intimidasi dan penghalangan tugas jurnalistik terhadap tiga anggotanya.
Kasus tersebut memunculkan perhatian setelah ketiganya, Herman Zuhdi (tvOne), Rahmatul Kautsar (TVOne), dan Sofiana Mufidah (RTV), mengalami insiden yang dianggap menghambat kebebasan pers di wilayah ini.
Sebagai bagian dari langkah advokasi, IJTI NTB menggelar pertemuan dengan Polda NTB. Pertemuan tersebut berlangsung santai namun bermakna, dihadiri oleh Direskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat, Wadir Krimum Kombes Feri Jaya, dan Kabid Humas Polda Kombes M. Kholid.
Dalam kesempatan itu, pihak kepolisian menyampaikan permohonan maaf sekaligus berkomitmen untuk membina anggotanya.
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media yang merasa tidak nyaman. Kami langsung memberikan teguran dan berjanji akan melakukan pembinaan,” ujar Kombes Pol Syarif Hidayat sambil mengulurkan tangan kepada perwakilan media. Dalam rilis diterima media ini, Jumat (6/12).
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan penting sebagai langkah maju untuk menjaga hubungan baik antara pihak kepolisian dan jurnalis.
1. Direskrimum Polda NTB memohon maaf secara langsung atas insiden yang terjadi.
2. Polda NTB berkomitmen membina anggotanya agar tidak ada lagi tindakan yang menghalangi tugas jurnalistik.
3. Polda NTB menjamin ruang bebas bagi media untuk melaksanakan tugas liputan dan klarifikasi sesuai kode etik jurnalistik.
“Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk menegakkan hukum dan memastikan hak-hak pers dihormati,” kata Herman Zuhdi, salah satu jurnalis yang terdampak.
Atas komitmen tersebut, para jurnalis sepakat untuk tidak memperpanjang masalah ini, dengan harapan tidak ada lagi intimidasi serupa di masa mendatang.
Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi, menegaskan bahwa tugas jurnalistik harus dilindungi oleh semua pihak.
“Tidak boleh ada tindakan yang menghalang-halangi tugas jurnalistik dalam peliputan, apalagi terkait kasus viral. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar dan transparan,” tegasnya.
IJTI NTB juga mengingatkan bahwa tindakan intimidasi terhadap jurnalis melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 Ayat 1, yang mengatur sanksi pidana hingga dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
“Kita harus solid dan bersama-sama mengawal kebebasan pers. Semoga tidak ada lagi praktik intimidasi terhadap media di lapangan,” pungkas Riadis.
Langkah ini menunjukkan komitmen IJTI NTB untuk melindungi hak-hak jurnalis sekaligus menjaga kebebasan pers sebagai pilar penting dalam demokrasi.