MENGENAL PERANG TOPAT “TRADISI TAHUNAN DI DESA LINGSAR”

L. Guruh Virgiawan D. K
Minggu, Januari 19, 2025 | 22.44 WIB Last Updated 2025-01-19T14:44:01Z

 

MANDALIKAPOST.COM.- Mataram. Perang Topat adalah tradisi tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Acara ini merupakan bagian penting dari perayaan Hari Raya Nyepi, yang menandai dimulainya tahun baru dalam kalender Hindu.

Perang Topat berawal dari sebuah legenda mengenai Raja Sasak yang membagi wilayah kekuasaannya menjadi dua bagian, yaitu Desa Ketapang dan Desa Lingsar. Perselisihan antara kedua desa ini pun tidak dapat dihindari, sehingga memicu terjadinya perang. Namun, pada akhirnya, peperangan ini menghasilkan perdamaian dan kesepakatan untuk mengadakan Perang Topat sebagai simbol persatuan di antara mereka Perang Topat mengandung beragam makna yang mendalam Mewakili persatuan dan kesatuan masyarakat Sebagai penghormatan kepada para leluhur Menggugah kesadaran akan pentingnya melepaskan ego dan kesombongan Menyampaikan pesan tentang pentingnya perdamaian.

Tradisi Perang Topat memiliki akar yang mendalam dalam sejarah interaksi antara agama Hindu dan Islam di Lombok. Lingsar, sebagai lokasi yang mencerminkan perpaduan antara kedua agama tersebut Hindu dan Islam Sasak menjadi saksi bisu dari hubungan yang harmonis ini. Cerita mengungkapkan bahwa Perang Topat dimulai sebagai simbol persaudaraan antara umat Hindu dan Muslim, di mana, dalam tradisi ini, mereka tidak saling berperang. Sebaliknya, mereka berbagi makanan dalam bentuk ketupat sebagai ungkapan kedamaian dan kebersamaan.

Pada tanggal 14 dan 15 Desember 2024 , masyarakat yang turut berpartisipasi akan membawa ketupat (topat) dalam keranjang, melambangkan persatuan dan semangat saling memberi. Ketupat-ketupat yang dibawa oleh masing-masing kelompok akan saling dilemparkan ke arah kelompok lainnya. Kegiatan ini sering kali diwarnai dengan semangat bermain air, di mana orang-orang saling melempar ketupat dengan ceria. Meskipun disebut "perang," aktivitas ini lebih merupakan sebuah permainan yang penuh kegembiraan

Perang topat, 15 Desember 2024

Upacara Perang Topat bukan sekadar ajang doa untuk keselamatan dan kemakmuran. Bagi masyarakat Lombok, ini adalah momen berharga untuk saling bertemu dan berkomunikasi, sebuah kesempatan yang jarang mereka dapatkan. Dalam suasana tersebut, mereka memanfaatkan waktu untuk berbagi cerita dan berbincang satu sama lain. Menariknya, meskipun tidak terikat oleh hubungan darah, mereka merasa seperti saudara dan merupakan satu keluarga.

Terjalinnya kerukunan antaragama dalam kegiatan keagamaan didasari oleh adanya komunikasi budaya yang efektif serta kesamaan ideologi yang muncul pada waktu yang relatif bersamaan. Upacara Perang Topat yang diselenggarakan oleh masyarakat Hindu Bali dan masyarakat Islam Sasak selalu menciptakan komunikasi yang harmonis dan memperkuat kebersamaan di antara mereka, terutama di Pura Lingsar.

Keharmonisan antara masyarakat Bali dan masyarakat Sasak sangat kental, terutama saat perayaan Uacara Perang Topat. Dalam momen ini, sulit sekali untuk membedakan mana masyarakat Bali dan mana masyarakat Sasak, kecuali melalui Destar atau Udeng yang mereka kenakan. Ketika berpakaian biasa, perbedaan di antara mereka hampir tak terlihat. Masing-masing kelompok melaksanakan ritual sesuai dengan keyakinan agama dan tradisi mereka, tanpa pernah menganggap ini sebagai masalah. Ini adalah contoh nyata dari keberagaman dalam berbangsa dan bernegara. Hubungan yang terjalin antara masyarakat Bali dan Sasak mencerminkan bentuk komunikasi antarbudaya yang telah berlangsung lama.



Masyarakat sedang menyaksikan perang topat

Tradisi Upacara Perang Topat yang diadakan setiap tahun selalu menarik perhatian wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Acara ini bukan hanya menjadi tontonan budaya yang menarik, tetapi juga menyampaikan pesan tentang keberagaman yang menjadikannya sangat unik. Selain itu, Upacara Perang Topat juga telah menjadi salah satu acara pariwisata daerah yang semakin dikenal.

Banyak wisatawan asing yang tertarik untuk menjelajahi, menggali, dan menemukan keunikan kebudayaan Indonesia yang tak tertandingi. Untuk itu, penting bagi kita untuk menjaga kelestarian kebudayaan asli. Salah satu contohnya adalah Tradisi Upacara Perang Topat yang diadakan di Pura Lingsar, yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan kebudayaan nusantara. Peningkatan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran, kebajikan, dan keindahan sangat relevan jika didukung dengan kajian-kajian lokal mengenai budaya setempat, sehingga pemahaman tentang kebudayaan dapat dilakukan secara komprehensif.

Peran komunikasi antarbudaya dalam tradisi upacara Perang Topat di Pura Lingsar sangatlah signifikan. Upacara ini berfungsi sebagai jembatan penghubung antara etnis Bali yang beragama Hindu dan etnis Sasak yang beragama Islam. Selain itu, upacara ini juga memainkan peran penting dalam menciptakan keharmonisan, didasarkan pada konsep Tri Hita Karana. Di samping itu, acara ini berfungsimenetralisir gangguan hama dan meningkatkan kesuburan pertanian masyarakat agraris. Lebih jauh, Perang Topat juga memiliki fungsi edukatif dan berkontribusi pada pelestarian budaya yang kaya di wilayah tersebut

Diharapkan masyarakat Suku Bali dan Sasak dapat terus melestarikan Tradisi Upacara Perang Topat sebagai sebuah warisan budaya yang agung. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini mengandung nilai-nilai moral yang tinggi, termasuk tatwa, susila, dan upacara, yang sangat penting bagi kehidupan bersama. Di tengah perbedaan kepercayaan dan keyakinan, semua pihak memiliki tujuan yang sama, yaitu memohon kesejahteraan umat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

 

 

Reporter:Wanda fitriana


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • MENGENAL PERANG TOPAT “TRADISI TAHUNAN DI DESA LINGSAR”

Trending Now