MANDALIKAPOST.COM.- Mataram. Perang Topat adalah tradisi tahunan yang dirayakan
oleh masyarakat Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat (NTB). Acara ini merupakan bagian penting dari perayaan Hari
Raya Nyepi, yang menandai dimulainya tahun baru dalam kalender Hindu.
Perang Topat berawal dari sebuah legenda mengenai
Raja Sasak yang membagi wilayah kekuasaannya menjadi dua bagian, yaitu Desa
Ketapang dan Desa Lingsar. Perselisihan antara kedua desa ini pun tidak dapat
dihindari, sehingga memicu terjadinya perang. Namun, pada akhirnya, peperangan
ini menghasilkan perdamaian dan kesepakatan untuk mengadakan Perang Topat
sebagai simbol persatuan di antara mereka Perang Topat mengandung beragam makna
yang mendalam Mewakili persatuan dan kesatuan masyarakat Sebagai penghormatan
kepada para leluhur Menggugah kesadaran akan pentingnya melepaskan ego dan
kesombongan Menyampaikan pesan tentang pentingnya perdamaian.
Tradisi Perang Topat memiliki akar yang mendalam
dalam sejarah interaksi antara agama Hindu dan Islam di Lombok. Lingsar,
sebagai lokasi yang mencerminkan perpaduan antara kedua agama tersebut Hindu
dan Islam Sasak menjadi saksi bisu dari hubungan yang harmonis ini. Cerita
mengungkapkan bahwa Perang Topat dimulai sebagai simbol persaudaraan antara
umat Hindu dan Muslim, di mana, dalam tradisi ini, mereka tidak saling
berperang. Sebaliknya, mereka berbagi makanan dalam bentuk ketupat sebagai
ungkapan kedamaian dan kebersamaan.
Pada tanggal 14 dan 15 Desember 2024 , masyarakat
yang turut berpartisipasi akan membawa ketupat (topat) dalam keranjang,
melambangkan persatuan dan semangat saling memberi. Ketupat-ketupat yang dibawa
oleh masing-masing kelompok akan saling dilemparkan ke arah kelompok lainnya.
Kegiatan ini sering kali diwarnai dengan semangat bermain air, di mana
orang-orang saling melempar ketupat dengan ceria. Meskipun disebut
"perang," aktivitas ini lebih merupakan sebuah permainan yang penuh
kegembiraan
Perang topat, 15
Desember 2024
Upacara Perang Topat bukan sekadar ajang doa untuk
keselamatan dan kemakmuran. Bagi masyarakat Lombok, ini adalah momen berharga
untuk saling bertemu dan berkomunikasi, sebuah kesempatan yang jarang mereka
dapatkan. Dalam suasana tersebut, mereka memanfaatkan waktu untuk berbagi
cerita dan berbincang satu sama lain. Menariknya, meskipun tidak terikat oleh
hubungan darah, mereka merasa seperti saudara dan merupakan satu keluarga.
Terjalinnya kerukunan antaragama dalam kegiatan
keagamaan didasari oleh adanya komunikasi budaya yang efektif serta kesamaan
ideologi yang muncul pada waktu yang relatif bersamaan. Upacara Perang Topat
yang diselenggarakan oleh masyarakat Hindu Bali dan masyarakat Islam Sasak
selalu menciptakan komunikasi yang harmonis dan memperkuat kebersamaan di
antara mereka, terutama di Pura Lingsar.
Keharmonisan antara masyarakat Bali dan masyarakat
Sasak sangat kental, terutama saat perayaan Uacara Perang Topat. Dalam momen
ini, sulit sekali untuk membedakan mana masyarakat Bali dan mana masyarakat
Sasak, kecuali melalui Destar atau Udeng yang mereka kenakan. Ketika berpakaian
biasa, perbedaan di antara mereka hampir tak terlihat. Masing-masing kelompok
melaksanakan ritual sesuai dengan keyakinan agama dan tradisi mereka, tanpa
pernah menganggap ini sebagai masalah. Ini adalah contoh nyata dari keberagaman
dalam berbangsa dan bernegara. Hubungan yang terjalin antara masyarakat Bali
dan Sasak mencerminkan bentuk komunikasi antarbudaya yang telah berlangsung
lama.
Masyarakat sedang
menyaksikan perang topat
Tradisi Upacara Perang Topat yang diadakan setiap
tahun selalu menarik perhatian wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Acara ini bukan hanya menjadi tontonan budaya yang menarik, tetapi juga
menyampaikan pesan tentang keberagaman yang menjadikannya sangat unik. Selain
itu, Upacara Perang Topat juga telah menjadi salah satu acara pariwisata daerah
yang semakin dikenal.
Banyak wisatawan asing yang tertarik untuk
menjelajahi, menggali, dan menemukan keunikan kebudayaan Indonesia yang tak
tertandingi. Untuk itu, penting bagi kita untuk menjaga kelestarian kebudayaan
asli. Salah satu contohnya adalah Tradisi Upacara Perang Topat yang diadakan di
Pura Lingsar, yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan dan pengembangan kebudayaan nusantara. Peningkatan pengetahuan
tentang nilai-nilai kebenaran, kebajikan, dan keindahan sangat relevan jika
didukung dengan kajian-kajian lokal mengenai budaya setempat, sehingga
pemahaman tentang kebudayaan dapat dilakukan secara komprehensif.
Peran komunikasi antarbudaya dalam tradisi upacara
Perang Topat di Pura Lingsar sangatlah signifikan. Upacara ini berfungsi
sebagai jembatan penghubung antara etnis Bali yang beragama Hindu dan etnis
Sasak yang beragama Islam. Selain itu, upacara ini juga memainkan peran penting
dalam menciptakan keharmonisan, didasarkan pada konsep Tri Hita Karana. Di
samping itu, acara ini berfungsimenetralisir gangguan hama dan meningkatkan
kesuburan pertanian masyarakat agraris. Lebih jauh, Perang Topat juga memiliki
fungsi edukatif dan berkontribusi pada pelestarian budaya yang kaya di wilayah
tersebut
Diharapkan masyarakat Suku Bali dan Sasak dapat
terus melestarikan Tradisi Upacara Perang Topat sebagai sebuah warisan budaya
yang agung. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini mengandung nilai-nilai moral yang
tinggi, termasuk tatwa, susila, dan upacara, yang sangat penting bagi kehidupan
bersama. Di tengah perbedaan kepercayaan dan keyakinan, semua pihak memiliki
tujuan yang sama, yaitu memohon kesejahteraan umat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Reporter:Wanda fitriana