Perang Topat dan Pujawali, Tradisi Budaya Toleransi di Lombok Barat

L. Guruh Virgiawan D. K
Kamis, Januari 16, 2025 | 18.49 WIB Last Updated 2025-01-17T08:45:56Z

 


Lingsar, 14 Desember 2024 pukul 16.30 (Ferro Kusradi Anjar Caesar)


MANDALIKAPOST.COM - Tradisi Lombok yang selalu ada setiap tahun, salah satunya“PERANG TOPAT DAN PUJAWALI” yang biasa disebut oleh Masyarakat sekitar  dan merupakan tradisi yang selalu dinantikan setiap tahunnya. 


Perang Topat atau perang ketupat sendiri adalah salah satu festival budaya Lombok barat yang masuk ke dalam event wonderful indonesia dan tradisi yang memadukan unsur agama, adat, dan sejarah yang terdapat di Pura, Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.


Biasanya orang-orang sekitar menyebutnya “Perang Topat” ini memiliki sejarah yang berkaitan erat dengan keberagaman agama di Lombok. Festival ini pertama kali dilaksanakan pada abad ke-16, sebagai bentuk perayaan keagamaan yang menggabungkan dua kelompok besar yang berada di Lombok, yaitu umat Hindu Sasak dan umat Islam.


Perang Topat Dan Pujawali tahun ini di selenggarakan pada tanggal 14 desember - 15 desember di Pura Lingsar, kabupaten lombok barat (NTB), bertepatan dengan bulan purnama Sasih ke 7 menurut kalender sasak, Asal usul perang topat lingsar yaitu nama “Topat” berasal dari kata “tupat” atau “ketupat,” yang merujuk pada ketupat, yang merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan daun kelapa. Sedangkan “Perang” adalah perseteruan antara kedua belah pihak.

    

Tradisi Arak Kaoq , 14 Desember 2024 (Ferro)


Kedua kelompok ini yaitu umat Hindu dan Muslim merayakan perayaan ini dengan melempar  ketupat yang telah dimasak ke arah satu sama lain sebagai sebuah simbol perdamaian, persatuan, dan rasa saling menghormati meskipun adanya perbedaan agama dan budaya satu sama lain.

           

Tradisi Perang Topat ini adalah simbol kerukunan antara Suku Sasak yang mayoritas beragama Islam dengan  Suku Bali yang beragama Hindu di pulau Lombok. Tradisi ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dengan menggunakan sajian berupa ketupat.



Perang topat ini dilakukan pada saat roroq kembang waru atau bunga waru gugur jika kembang waru tidak gugur atau belum gugur tradisi perang topat ini tidak dapat dilaksanakan. Namun, biasanya bunga waru itu sendiri akan gugur pada sore hari sekiranya pada saat setelah shalat ashar dan sebelum shalat magrib atau pada pukul 16.00-17.30 dan tradisi ini akan memiliki jadwal yang berbeda beda di setiap tahunnya mengikuti perhitungan dari kalender suku sasak. 


JL. Gora 2, Desa Lingsar, 14 Desember 2024 (Ferro)


Sebelum melakukan tradisi perang topat terjadi begitu banyak ritual atau kegiatan yang harus dilakukan dari pembukaan yang dibuka oleh umat hindu dengan 2 barisan kebelakang dan beberapa orang paling depan yang menggunakan pakaian seperti prajurit kuno lengkap dengan persenjataannya, ada beberapa orang dewasa dan juga anak-anak membawa sesajen berupa hasil panen seperti buah-buahan dan hewan ternak seperti ayam, berjalan dari pura lingsar diiringi dengan musik gamelan khas suku sasak dan berkeliling mengitari desa lingsar kemudian kembali lagi ke pura lingsar.

            


Selain itu, kegiatan ini dilanjutkan dengan ritual di dalam kemaliq di salah satu area Pura Lingsar, kemudian antara umat Islam dan Hindu melakukan tradisi arak kerbau dengan mengelilingi area kemalik sebanyak 3 putaran dan saling melempar ketupat. Tradisi saling melempar ketupat ini sebagai simbol perpanjangan toleransi dan pluralisme dapat terjaga ditengah-tengah masyarakat sekitar.

 

Area Pura Lingsar 15 Desember 2024

 

           

Adapun beberapa hal  yang terjadi pada saat kegiatan ini berlangsung. Adanya benda selain ketupat  yang digunakan untuk melempar satu sama lain, yaitu batu sehingga mencelakai beberapa orang yang sedang mengikuti ataupun melakukan tradisi tersebut. Banyaknya masyarakat yang mengikuti tradisi tersebut, membuat  pengamanan oleh aparat yang ada di sekitar menjadi kurang sehingga banyak masyarakat yang terkena batu akibat lemparan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab  dengan perbuatannya itu.


            Saat tradisi ini berlangsung adapun beberapa jajaran pejabat daerah yang ikut hadir untuk memeriahkan acara tersebut diantaranya Pj Gub NTB,Pj Bupati Lobar, Kepala OPD lingkup pemda Lobar dan tamu undangan serta turis asing yang ikut  memeriahkan tradisi ini secara langsung. Yang di harapkan dengan adanya kegiatan ini adalah panjangnya tali silaturahmi antara satu dengan yang lain, perbedaan agama yang semakin mempererat tali persaudaraan, dan tradisi ini akan terus terlaksana dari tahun ke tahun sehingga dapat dikenal oleh banyak orang yang berada di luar bahkan hingga mancanegara.

      

     

REPORTER: FERRO KUSRADI ANJAR CAESAR / Mandalika Post - Lombok Barat

 

 

 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perang Topat dan Pujawali, Tradisi Budaya Toleransi di Lombok Barat

Trending Now