MANDALIKAPOST.COM - Tradisi Lombok yang selalu ada setiap tahun, salah satunya“PERANG TOPAT DAN PUJAWALI” yang biasa disebut oleh Masyarakat sekitar dan merupakan tradisi yang selalu dinantikan setiap tahunnya.
Perang
Topat atau perang ketupat sendiri adalah salah satu festival budaya Lombok barat yang masuk ke
dalam event wonderful indonesia
dan tradisi yang
memadukan unsur agama, adat, dan sejarah yang terdapat di Pura, Desa Lingsar,
Kabupaten Lombok Barat.
Biasanya
orang-orang sekitar menyebutnya “Perang Topat” ini memiliki sejarah yang
berkaitan erat dengan keberagaman agama di Lombok. Festival ini pertama kali
dilaksanakan pada abad ke-16, sebagai bentuk perayaan keagamaan yang
menggabungkan dua kelompok besar yang berada di Lombok, yaitu umat Hindu Sasak
dan umat Islam.
Perang Topat Dan Pujawali tahun ini di selenggarakan
pada tanggal 14 desember - 15 desember di Pura Lingsar, kabupaten lombok barat
(NTB), bertepatan dengan bulan purnama Sasih ke 7 menurut kalender sasak, Asal usul perang topat
lingsar yaitu nama “Topat” berasal dari kata “tupat” atau “ketupat,” yang
merujuk pada ketupat, yang merupakan makanan tradisional yang terbuat dari
beras yang dibungkus dengan daun kelapa. Sedangkan “Perang” adalah
perseteruan antara kedua belah pihak.
Tradisi Arak Kaoq , 14 Desember 2024 (Ferro)
Kedua kelompok ini
yaitu umat Hindu dan Muslim merayakan perayaan ini dengan melempar ketupat yang telah dimasak ke arah satu sama
lain sebagai sebuah simbol perdamaian, persatuan, dan rasa saling menghormati
meskipun adanya perbedaan agama dan budaya satu sama lain.
Tradisi Perang Topat ini adalah simbol
kerukunan antara Suku Sasak yang mayoritas beragama Islam dengan Suku Bali yang beragama Hindu di pulau
Lombok. Tradisi ini sebagai
bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dengan menggunakan
sajian berupa ketupat.
Perang topat ini dilakukan pada saat roroq kembang
waru atau bunga waru gugur jika kembang waru tidak gugur atau belum gugur
tradisi perang topat ini tidak dapat dilaksanakan. Namun, biasanya bunga waru
itu sendiri akan gugur pada sore hari sekiranya pada saat setelah shalat ashar
dan sebelum shalat magrib atau pada pukul 16.00-17.30 dan tradisi ini akan
memiliki jadwal yang berbeda beda di setiap tahunnya mengikuti perhitungan dari
kalender suku sasak.
JL. Gora 2, Desa Lingsar, 14 Desember 2024 (Ferro)
Sebelum
melakukan tradisi perang topat terjadi begitu banyak ritual atau kegiatan yang
harus dilakukan dari pembukaan yang dibuka oleh umat hindu dengan 2 barisan
kebelakang dan beberapa orang paling depan yang menggunakan pakaian seperti
prajurit kuno lengkap dengan persenjataannya, ada beberapa orang dewasa
dan juga anak-anak membawa sesajen berupa hasil panen seperti buah-buahan dan
hewan ternak seperti ayam, berjalan dari pura lingsar diiringi dengan musik
gamelan khas suku sasak dan berkeliling mengitari desa lingsar kemudian kembali
lagi ke pura lingsar.
Selain itu, kegiatan ini dilanjutkan
dengan ritual di dalam kemaliq di salah satu area Pura Lingsar, kemudian antara
umat Islam dan Hindu melakukan tradisi arak kerbau dengan mengelilingi area
kemalik sebanyak 3 putaran dan saling
melempar ketupat. Tradisi saling melempar ketupat ini sebagai simbol
perpanjangan toleransi dan pluralisme dapat terjaga ditengah-tengah masyarakat
sekitar.
Area Pura Lingsar 15 Desember 2024
Adapun beberapa hal yang terjadi pada saat kegiatan ini
berlangsung. Adanya benda selain ketupat
yang digunakan untuk melempar satu sama lain, yaitu batu sehingga
mencelakai beberapa orang yang sedang mengikuti ataupun melakukan tradisi
tersebut. Banyaknya masyarakat yang mengikuti tradisi tersebut, membuat pengamanan oleh aparat yang ada di sekitar
menjadi kurang sehingga banyak masyarakat yang terkena batu akibat lemparan
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
dengan perbuatannya itu.
Saat tradisi ini berlangsung adapun
beberapa jajaran pejabat daerah yang ikut hadir untuk memeriahkan acara
tersebut diantaranya Pj Gub NTB,Pj Bupati Lobar, Kepala OPD lingkup pemda Lobar
dan tamu undangan serta turis asing yang ikut
memeriahkan tradisi ini secara langsung. Yang di harapkan dengan adanya
kegiatan ini adalah panjangnya tali silaturahmi antara satu dengan yang lain,
perbedaan agama yang semakin mempererat tali persaudaraan, dan tradisi ini akan
terus terlaksana dari tahun ke tahun sehingga dapat dikenal oleh banyak orang
yang berada di luar bahkan hingga mancanegara.
REPORTER: FERRO KUSRADI ANJAR CAESAR / Mandalika Post - Lombok Barat