Ilustrasi: Stop Intimidasi kepada wartawan. (Foto: Istimewa/MP). |
MANDALIKAPOST.com – Seorang wartawan asal Lombok Timur, Baiq Silawati, yang bertugas di televisi lokal Selaparang TV, mengalami intimidasi saat melakukan peliputan di dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Pondok Pesantren Buak Ate Kembang Mate, Rumbuk Timur, Kecamatan Sakra, pada Selasa (14/1) kemarin.
Insiden ini terjadi ketika Baiq mencoba merekam kondisi dapur yang dinilai tidak bersih dan tidak memenuhi standar keselamatan kerja.
Baiq Silawati, yang juga merupakan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lombok Timur, menceritakan bahwa saat sedang merekam suasana di dapur tersebut, ia diminta oleh oknum penanggung jawab untuk masuk ke sebuah ruangan.
Di dalam ruangan itu, Baiq diberi penjelasan bahwa peliputan tidak diperbolehkan karena kondisi karyawan dapur yang belum siap, terutama terkait dengan penggunaan alat pelindung diri (APD).
"Saat saya berkunjung ke dapur Makan Bergizi Gratis, saya melihat kondisi dapur yang becek dan karyawan tidak menggunakan APD. Saya pun mencoba merekamnya, namun tiba-tiba saya diminta masuk ke ruangan. Di sana, saya diberi penjelasan bahwa peliputan tidak diperbolehkan karena karyawan mereka belum siap," ujar Baiq Silawati.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan, Baiq mengungkapkan bahwa saat ia berusaha mempertahankan rekaman gambar, oknum tersebut merebut kamera miliknya secara paksa dan menghapus video yang telah diambil.
"Saya berusaha mempertahankan, tapi akhirnya video tersebut tetap dihapus paksa," tambah Baiq.
Tindakan intimidasi terhadap wartawan ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Ketua PWI Lombok Timur, H. Muluddin, menyatakan bahwa tindakan menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur kebebasan pers di Indonesia.
“Kami sangat mengecam tindakan arogansi yang dilakukan oleh oknum tersebut. Menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan melanggar undang-undang. Tindakan ini dapat dikenai hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta,” tegas H. Muluddin.
Ia juga menambahkan bahwa program MBG adalah program pemerintah yang harus disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga jika peliputan dilarang, hal itu dapat menimbulkan kecurigaan adanya sesuatu yang tidak beres.
Lebih lanjut, Mauluddin meminta agar petugas dapur MBG yang menghalangi peliputan segera dicopot dari jabatannya.
"Jika pemecatan ini tidak dilakukan, kami meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi keberadaan MBG di Rumbuk," tambahnya.
Ketua Forum Jurnalis Lombok Timur (FJLT), Rusliadi, juga menyatakan kecamannya terhadap tindakan tersebut. Menurutnya, tidak ada alasan yang membenarkan intimidasi terhadap wartawan saat menjalankan tugasnya, apalagi terkait peliputan program kerja pemerintah yang menyangkut kepentingan publik.
"Apapun alasannya, wartawan tidak boleh diintimidasi saat menjalankan tugas jurnalistiknya. Terutama ketika meliput program pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kami sangat mengecam tindakan arogan dari petugas dapur sehat MBG ini," ujar Rusliadi.
Saat dikonfirmasi terkait insiden tersebut, Agamawan Salam, penanggung jawab dapur sehat MBG Buak Ate Kembang Mate, mengakui bahwa ia telah menghapus video yang ada di kamera wartawan.
Namun, ia membantah bahwa ia telah merebut kamera secara paksa. Agamawan menjelaskan bahwa alasan penghapusan video tersebut adalah karena kondisi dapur yang dinilai berantakan dan tidak memenuhi SOP, termasuk tidak digunakannya APD oleh petugas dapur.
"Saya tidak merampas kamera, saya hanya menghapus video itu. Kondisi dapur memang berantakan dan pegawai tidak mengikuti SOP yang ada," jelas Agamawan, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan Lombok Timur di BMG Buak Ate Kembang Mate. Rabu (15/1).
Kasus intimidasi terhadap wartawan ini menjadi sorotan publik, mengingat program Makan Bergizi Gratis adalah program pemerintah yang seharusnya dilaksanakan secara transparan dan terbuka.
Tindakan menghalangi peliputan tidak hanya melanggar hak wartawan untuk melakukan tugas jurnalistik, tetapi juga berpotensi merugikan kredibilitas program tersebut. Untuk itu, tuntutan terhadap evaluasi dan tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat semakin menguat.