Budayawan: Pemerhati budaya, Dr. Abdul Gani Makhrup. (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com — Rencana pembangunan kereta gantung di kawasan Gunung Rinjani atau di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menuai perhatian serius dari berbagai pihak, terutama terkait dengan dampaknya terhadap budaya dan nilai-nilai spiritual yang dimiliki masyarakat Lombok.
Dr. Abdul Gani Makhrup, Ketua Yayasan Haji Makhrup Maksum Lombock, menyampaikan pandangannya mengenai proyek tersebut, yang dinilai berpotensi mengganggu kesakralan Gunung Rinjani, yang dianggap sebagai tempat yang sangat sakral oleh masyarakat setempat.
Kereta Gantung sebagai Daya Tarik Wisata
Pembangunan fasilitas seperti kereta gantung di kawasan wisata memang memiliki tujuan positif untuk menarik minat wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Fasilitas ini diprediksi dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar dan daerah pada umumnya, dengan meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata.
Namun, bagi Dr. Abdul Gani Makhrup, selaku pemerhati budaya hal ini tidak bisa diterima begitu saja di Gunung Rinjani yang kaya akan nilai spiritual dan budaya lokal.
Gunung Rinjani: Pusat Spiritual dan Budaya
Gunung Rinjani bukan hanya sekadar destinasi wisata alam, tetapi juga merupakan tempat yang sangat dihormati oleh masyarakat Lombok, khususnya masyarakat Sasak, yang memiliki tradisi dan keyakinan yang kuat terhadap kekuatan spiritual gunung tersebut.
Beberapa ritual adat dan keagamaan yang dilakukan di Rinjani antara lain adalah "Upacara Mulang Pekelem", yang bertujuan untuk menghormati roh para leluhur, dan yang diadakan di tepi Danau Segara Anak dengan berbagai upacara seperti doa, tari persembahan, dan tenggelamkan benda berharga.
"Gunung Rinjani memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi. Masyarakat setempat sering mengadakan upacara adat dan ritual keagamaan di sana. Kami juga menghormati legenda Dewi Anjani yang diyakini sebagai pelindung gunung dan danau," jelas Dr. Abdul Gani, dalam wawancara eksklusif dengan wartawan mandalikapost.com di ruang kerjanya. Senin (6/1).
Pantangan dan Kesakralan yang Harus Dijaga
Selain itu, Gunung Rinjani juga memiliki sejumlah pantangan yang harus dipatuhi oleh pendaki. Masyarakat lokal sering mengingatkan para pendaki untuk tidak berbicara sembarangan, apalagi mengucapkan kata-kata kasar, demi menjaga keharmonisan dan kesakralan tempat tersebut.
"Sebagai warga Lombok, kami merasa bahwa pembangunan kereta gantung di kawasan ini bisa mengancam kesakralan Gunung Rinjani. Gunung ini adalah tempat suci bagi kami, dan itu harus dijaga dengan baik. Meski kami tidak menentang pembangunan kereta gantung secara keseluruhan, namun kami mengusulkan agar fasilitas tersebut dibangun di luar kawasan gunung," ujar Dr. Abdul Gani.
Ilustrasi: Kaldera Gunung Rinjani. (Foto: Istimewa/MP). |
Pembangunan di Lokasi yang Tepat
Dr. Abdul Gani menambahkan bahwa jika tujuan pembangunan adalah untuk menikmati panorama Rinjani, kawasan di sekitar Tete Batu atau daerah Lombok Tengah bisa menjadi alternatif yang lebih tepat.
Kawasan tersebut dianggap lebih sesuai karena tidak langsung mengganggu kawasan Gunung Rinjani yang memiliki nilai budaya dan spiritual yang sangat kuat.
"Jika pembangunan kereta gantung tetap dilaksanakan, sebaiknya jangan berada di dalam kawasan Gunung Rinjani. Kami lebih setuju jika pembangunan itu dilakukan di luar kawasan, seperti di Tete Batu atau daerah Lombok Tengah. Di sana, kita tetap bisa menikmati panorama Rinjani tanpa mengkontaminasi kesakralannya," tuturnya.
Harapan untuk Menjaga Budaya dan Alam
Sebagai seorang tokoh yang peduli terhadap kelestarian budaya dan alam, Dr. Abdul Gani berharap agar pemangku kebijakan, pihak pemerintah daerah, dan masyarakat bisa duduk bersama untuk menemukan solusi yang terbaik.
Dalam hal ini, perlu adanya koordinasi antara pemerintah, masyarakat adat dan semua stakeholder agar nilai-nilai budaya dan spiritual tetap terjaga sambil tetap mengembangkan sektor pariwisata.
"Budaya adalah cerminan dari identitas kita sebagai orang Lombok. Kita harus bisa menjaga keseimbangan antara modernisasi dan tradisi. Gunung Rinjani adalah bagian dari warisan budaya yang harus kita lestarikan. Jangan sampai kebablasan dengan pembangunan yang merusak nilai-nilai tersebut," tegasnya.
Pentingnya Penegakan Aturan untuk Menjaga Alam
Selain itu, Dr. Abdul Gani juga mengingatkan pentingnya penegakan aturan yang tegas bagi para wisatawan yang datang ke Gunung Rinjani. Misalnya, adanya aturan yang mengatur perilaku pendaki, seperti larangan berbicara kasar atau melakukan tindakan yang dapat merusak alam sekitar.
"Kita harus menjaga hubungan yang baik dengan alam. Jika kita tidak menjaga alam, alam juga akan marah. Banyak kejadian buruk yang terjadi di gunung ini karena ketidaktahuan pendaki terhadap pantangan dan aturan yang ada," ungkapnya.
Kesimpulan
Rencana pembangunan kereta gantung di Gunung Rinjani perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, mengingat dampaknya terhadap budaya dan nilai spiritual masyarakat Lombok.
Meskipun pembangunan fasilitas tersebut dapat mendukung perkembangan pariwisata dan perekonomian, namun harus ada keseimbangan dengan penghormatan terhadap adat dan kesakralan Gunung Rinjani.
Pemerintah daerah, bersama dengan masyarakat adat dan pengelola taman nasional, dalam hal ini BTNGR perlu duduk bersama untuk mencari solusi yang tidak hanya menguntungkan dari segi ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian budaya dan alam yang ada.
"Sebagai warga Lombok, kita harus menjaga dan melestarikan alam serta budaya kita. Mari bersama-sama memastikan bahwa setiap pembangunan yang ada tidak merusak nilai-nilai yang sudah ada sejak dahulu," tutup Dr. Abdul Gani Makhrup.