![]() |
MATARAM - Muhammad Dedad Bisaraguna Akastangga, S.Hum., M.Hum adalah salah satu dosen di Fakultas Sastra Universitas (NW) Mataram yang berhasil meraih gelar Doktor pada Program Doktor Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana dan lulus pada Promosi Doktor tanggal 11 Pebruari 2025.
Ia adalah salah satu dosen yang meraih Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dari Kemendikbud angkatan pertama tahun 2021 melalui program beasiswa Doktor untuk Dosen Perguruan Tinggi Akademik. Ia juga pernah menjadi Lurah BPI Universitas Udayana tahun 2021-2022.
Adapun topik kajian Disertasi yang diangkat adalah Tuturan Penistaan dalam Teks Keagamaan di Media Sosial YouTube: Kajian Linguistik Forensik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penistaan dalam teks keagamaan di media sosial YouTube yang dilakukan oleh terduga pelaku penistaan cukup membuat geram masyarakat di Indonesia, karena berkaitan dengan norma-norma agama serta kerukunan beragama di Indonesia.
Motif yang dilakukan oleh terduga pelaku penista agama adalah karena adanya agresi yang menyebabkan salah satu agama/kelompok agama menjadi tersakiti oleh tuturan yang disampaikan sehingga berdampak hukum.
Tuturan yang disampaikan oleh terduga pelaku penista agama memuat unsur penistaan terhadap Kitab suci Alquran, Kitab suci Alkitab, Kitab suci Weda, Nabi Muhammad SAW, Tuhan, Ngaben dalam agama Hindu serta sembahyangan dalam agama Hindu.
Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S selaku Promotor mengungkapkan dalam penyampaian makna disertasi bahwa Dr. Muhammad Dedad Bisaraguna Akastangga, S.Hum., M.Hum ini tercatat sebagai mahasiswa S3 Linguistik pertama di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana yang menyelesaikan studi doktor dengan topik kajian Linguistik Forensik.
"Linguistik Forensik adalah subbidang ilmu bahasa yang bersifat terapan yang mencoba memberikan pemahaman terhadap kasus-kasus kebahasaan yang dihadapkan dengan hukum, penistaan adalah salah satu kasus kebahasaan yang memerlukan ahli bahasa yang dapat membantu penegak hukum dalam mengambil keputusan suatu perkara di pengadilan" pungkasnya.
Pastika menambahkan bahwa Linguistik Forensik selain dapat mengidentifikasi fitur linguistik yang berkaitan dengan kasus kebahasaan secara verbal yang dilakukan oleh terduga pelaku kejahatan berbahasa, juga dapat mengidentifikasi hal-hal lain seperti analisis terhadap pesan suara, WhatsApp, surat tebusan, wasiat palsu, surat bunuh diri dll.
Lebih lanjut Pastika menjelaskan bahwa Linguistik Forensik bukan menentukan terduga bersalah atau tidak, tetapi yang menentukan bersalah adalah keputusan pengadilan, seorang ahli bahasa hanya menjelaskan aspek-aspek yang berkaitan dengan ilmu bahasa yang dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh penegak hukum dalam mengambil suatu keputusan. Diharapkan penelitian yang berkaitan dengan kejahatan berbahasa seperti Penistaan Agama yang ditulis oleh Dr. Bisaraguna dapat dijadikan rujukan dalam penyelesaian perkara di pengadilan, tutupnya.