![]() |
Ilustrasi: Abdul Aziz, Guide Sembalun saat mengabadikan momen bersama wisatawan dari mancanegara di Danau Segara Anak. (Foto: Istimewa/MP). |
Langkah ini diusulkan sebagai bagian dari upaya untuk mengubah citra wisata Rinjani yang selama ini dinilai "terlalu murah" dan mengarahkannya menjadi destinasi eksklusif yang mengutamakan kualitas serta kesejahteraan para pekerja.
Ketua FWLR, Royal Sembahulun, mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik bisnis pariwisata di Rinjani yang cenderung mengedepankan kuantitas pengunjung dengan menawarkan harga yang sangat kompetitif.
“Selama ini Rinjani terlalu dijual murah, tetapi kita tidak mendukung kalau penambahanya kebablasan, wisata ke Gunung Rinjani ini harus kita buat eksklusif dan berkualitas,” tegas Royal, saat ditemui di Sembalun. Senin (7/4).
Lebih lanjut, Royal menyoroti ketidaksehatan bisnis di Rinjani yang diakibatkan oleh orientasi pada volume wisatawan tanpa memperhatikan nilai jual yang sepadan.
“Secara data Gunung Rinjani ini paling diminati oleh tamu asing untuk wisata trekking, dibanding dengan gunung lainya di Indonesia, akan tetapi dari sisi harga paket wisata yang ditawarkan di Gunung Rinjani yang paling murah harganya,” paparnya.
Isu kesejahteraan para pekerja pariwisata, seperti pemandu wisata (tour guide) dan porter, juga menjadi perhatian utama FWLR. Royal mempertanyakan apakah praktik penjualan paket wisata pendakian dengan harga murah dapat menjamin kehidupan yang layak bagi mereka.
“Ketika wisatawan ramai kemudian Rinjani kita jual dengan paket harga yang murah, apakah itu bisa menjamin kesejahteraan bagi para tour guide dan porter, tentu itu belum bisa,” ujarnya dengan nada prihatin.
Royal juga mengkritisi operator tur (TO) Rinjani yang dinilai hanya fokus pada penambahan kuota dan mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kondisi ekonomi para pekerjanya.
“Para TO jangan hanya mendatangkan tamu yang banyak dan meminta penambahan kuota, tapi bayar porter mahal dikit mereka tidak berani,” ungkapnya.
Untuk masa depan pariwisata Rinjani, FWLR mendorong adanya strategi bisnis baru yang tidak hanya menguntungkan para pelaku usaha, tetapi juga menjamin kesejahteraan pekerja dan kelestarian lingkungan.
“Kita ingin para pelaku usaha seperti porter dan tour guide cukup kerja naik ke Rinjani membawa tamu tiga kali sebulan tapi hasilnya banyak, dari pada naik puluhan kali namun hasilnya tidak sesuai dengan penghasilan mereka,” jelas Royal.
Menanggapi tuntutan penambahan kuota pendakian, Royal mengungkapkan bahwa FWLR telah mengirimkan surat kepada Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pada tahun 2022 terkait hal tersebut.
“Meskipun pada saat penetapan kuota para pelaku usaha wisata tidak dilibatkan, namun sebagai mitra dan forum bersama, TNGR menindaklanjuti surat tersebut sehingga langsung diteruskan ke Kementerian Kehutanan untuk penambahan kuota, pada waktu itu,” terangnya.
Royal juga menyoroti fakta bahwa kuota pendakian Rinjani sebenarnya tidak pernah terisi penuh karena adanya jalur masuk alternatif selain jalur populer seperti Sembalun, Torean, dan Senaru.
“Sebenarnya kuota ke Rinjani ini tidak pernah full, karena ada tiga pintu masuk yang memiliki kuota 300 orang per hari, yaitu melalui jalur selatan Rinjani, namun teman-teman ini kan hanya inginya melalui Sembalun, Torean dan Senaru,” ungkapnya.
Ke depannya, FWLR berharap adanya perhatian yang lebih dari TNGR, Pemerintah Daerah, serta para pelaku wisata untuk mengembangkan potensi dan pengelolaan jalur pendakian alternatif tersebut.
Tujuannya adalah agar para pelaku usaha wisata pendakian tidak hanya terfokus pada jalur Sembalun, sehingga dapat mendistribusikan kunjungan dan memberikan pengalaman wisata yang lebih beragam.