Merespon Upaya ATOS Perihal Pariwisata Rinjani, Pelaku Usaha Pariwisata Sembalun Mendorong Pengelolaan Pendakian Rinjani Berbasis Wilayah

Rosyidin S
Rabu, April 09, 2025 | 20.25 WIB Last Updated 2025-04-09T14:04:22Z
Masyarakat Sembalun dan para pelaku wisata yang ada di Kecamatan Sembalun menggelar konsolidasi pengelolaan pintu pendakian Gunung Rinjani. (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOAT.com – Masyarakat Sembalun dan para pelaku wisata di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS) menyampaikan aspirasi mendesak kepada pemerintah daerah untuk segera menerbitkan regulasi yang memungkinkan pengelolaan mandiri pintu pendakian Gunung Rinjani oleh masyarakat Sembalun.


Tuntutan ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap praktik pengelolaan yang dinilai tidak adil dan menghambat pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah Sembalun, khususnya di Gunung Rinjani.


Ketua SMPS, Handanil SH, mengungkapkan bahwa keputusan untuk keinginan mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun muncul akibat adanya dominasi kelompok tertentu yang bersikap eksklusif dan tidak mendukung visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. 


Kelompok yang disebut "ATOS" ini dinilai hanya fokus pada keuntungan kelompoknya sendiri tanpa memperhatikan dampak positif bagi keberlanjutan wisata di Rinjani.


"Jadi teman-teman Sembalun itu memutuskan untuk pisah wilayah atau mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun. Hal ini diputuskan karena ada  kelompok tertentu yaitu ATOS yang selalu membuat diri eksklusif karena memiliki anggota banyak dan mendominasi dalam hal mengelola wisatawan asing yang melakukan pendakian." ujar Handanil kepada awak media, saat ditemui di Sembalun, Rabu (9/4).


Lebih lanjut, Handanil menjelaskan bahwa keinginan untuk mengelola mandiri pendakian juga didorong oleh harapan untuk meningkatkan kualitas wisata di Sembalun, yang merupakan jalur utama pintu masuk pendakian ke Gunung Rinjani.


"Selama ini teman-teman di Senaru hanya masih menjual Rinjani dengan harga yang sangat murah dengan focus pada kuantitas sehingga tidak pernah merasa cukup terkait dengan kuota pendakian. Nah, selama ini Sembalun itu memang paling ramai pendakinya, tetapi kalau kita gali lebih dalam itu lebih banyak dikuasai oleh teman-teman di Senaru dan  tidak memberikan dampak apapun terhadap Sembalun bahkan hanya mengakibatkan pencemaran lingkungan," tegasnya.


Handanil menyayangkan bahwa Forum Wisata Lingkar Rinjani (FWLR) yang seharusnya menjadi wadah pemersatu kelompok-kelompok wisata lintas kabupaten, justru kerap diwarnai kericuhan yang dipicu oleh kelompok yang sama.


Oleh karena itu, pengelolaan mandiri diyakini menjadi solusi untuk mewujudkan Sembalun dan Gunung Rinjani sebagai destinasi wisata premium dengan harga yang layak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.


"Artinya, kami mengharapkan pemerintah Daerah Lombok Timur mengeluarkan regulasi. nanti tentunya yang dapat melindungi masyarakat yaitu selaku pelaku usaha wisata di Sembalun sendiri. Dengan demikian tujuannya nanti beberapa tahun ke depan akan berdampak kepada semua pelaku wisata mulai dari penginapan, restoran, sopir, ojek, porter dan guide kemudian bertumbuhnya pengusaha baru baik itu di jasa tour dan jasa wisata lainnya," papar Handanil.


SMPS juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah daerah terhadap konsep pariwisata berkelanjutan di Rinjani. Menurut Handanil, wisata murah meriah cenderung lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibandingkan manfaatnya, terutama terkait dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi.


"Kenapa misalnya kita mendukung wisata berkelanjutan karena biasanya wisata murah meriah itu lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Nah, artinya kenapa yang namanya konsep berkelanjutan itu kan berdampak kepada lingkungan kemudian sosial dan ekonomi ini harus berjalan beriringan sehingga apa yang kita harapkan kesetaraan itu bisa terwujud," jelasnya.


Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Pendaki Rinjani (APPR), Hamka Abdul Malik, turut menyampaikan dukungannya terhadap penegakan aturan yang tegas oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).


Ia meminta TNGR untuk menindak tegas para pelaku usaha yang memaksa pendakian ilegal dan tidak patuh terhadap regulasi yang berlaku.


"Kami minta pihak Taman Nasional tegas untuk menindak tegas para pelaku usaha yang memaksa pendakian ilegal. Jadi jangan sampai ada tumpang tindih, jangan sampai ada tekanan dari kelompok-kelompok tertentu. Itu harus tegas menegakkan aturan karena ini akan menjadi preseden buruk untuk penegakan aturan ke depan dan mewujudkan Rinjani menjadi wisata premium yang berkelanjutan," kata Hamka.


APPR berharap agar pemerintah Lombok Timur dapat mewujudkan pengelolaan pintu pendakian Sembalun secara mandiri demi memberdayakan pengusaha lokal. Selain itu, APPR juga mendesak TNGR untuk memberikan sanksi yang tegas dan adil kepada para pelanggar aturan pendakian.


"Harapannya apa yang kami perjuangkan ini nanti dapat diwujudkan oleh pemerintah Lombok Timur yaitu untuk mengelola pintu pendakian Sembalun untuk memperdayakan pengusaha lokal. Kemudian yang kedua harapan kita Taman Nasional segera mungkin untuk memberikan sangsi kepada mereka yang selalu melanggar atau tidak taat kepada aturan, jangan tebang pilih, yang lain ditindak tegas kemudian yang lain karena dianggap banyak tekanan lalu itu dibiarkan," pungkas Hamka.


Aspirasi dari Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun dan dukungan dari APPR ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah dan pihak TNGR untuk segera mengambil langkah konkret dalam menata pengelolaan pariwisata Gunung Rinjani demi terwujudnya wisata yang berkualitas, berkelanjutan, dan memberikan manfaat yang adil bagi seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Sembalun.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Merespon Upaya ATOS Perihal Pariwisata Rinjani, Pelaku Usaha Pariwisata Sembalun Mendorong Pengelolaan Pendakian Rinjani Berbasis Wilayah

Trending Now