Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Dr I Ketut Sumadana SH MH. (Foto: AntaraNTB) |
MATARAM - Kejaksaan Negeri Mataram menginisiasi program Bale Damai di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Konsep Bale Damai mengedepankan pola mediasi penyelesaian perkara hukum menggunakan pendekatan kearifan lokal di tingkat Desa atau Kelurahan, sehingga tidak semua perkara yang terjadi harus berujung ke aparat penegak hukum dan sidang pengadilan.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Dr I Ketut Sumadana SH MH menjelaskan, Bale Damai yang diinisiasi ini menerapkan azas restorative justice atau keadilan restoratif dan azas rehabilitatif.
Bale Damai nantinya melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan perangkat desa atau kelurahan. Pranata sosial di tingkat Desa atau Kelurahan itu diharapkan berfungsi untuk memediasi dan mendamaikan pihak-pihak yang terkait tindak pidana.
Sanksi atau hukuman terhadap pelaku nantinya akan disesuaikan dengan sanksi atau hukuman sosial yang diputuskan bersama sesuai kearifan lokal setempat.
"Dengan begitu, kasus pidana seperti curi sandal jepit, curi cacao tidak lagi harus sampai ke sidang pengadilan. Bisa diselesaikan di Bale Damai ini," katanya Sumadana, Rabu (29/5) di Mataram.
Dijelaskan, dengan pendekatan restorative justice dan rehabilitatif ini semua pihak yang menjadi bagian tindak pidana itu bisa mendapatkan keadilan, win-win solution tanpa harus sampai ke hukuman penjara bagi pelakunya.
"Korban direhabilitasi dan pelakunya juga direhabilitasi nama baiknya dipulihkan. Mereka juga dikasih uang pengganti kalau misalnya dia dirugikan," katanya.
Misalnya pelaku pukul korban sampai bonyok. Nah di Bale Damai itu bisa mediasi agar tidak sampai proses hukum tapi pelakunya ganti rugi. Jika dinilai masih kurang maka akan ada sanksi hukuman sosial yang diterapkan seperti pelaku harus kerja bersih-bersih di Desa selama sebulan, potong rumput dan lain sebagainya.
Menurut Sumadana, konsep Bale Damai ini sudah diterapkan Pemda Lombok Utara melalui program Majelis Krama Desa (MKD) di sejumlah Desa di daerah itu. Hanya saja praktiknya belum bisa maksimal. Sebab, idealnya ada Perda yang menjadi payung hukumnya.
"Di Lombok Utara sudah ada MKD ini bisa jadi cikal bakal konsep Bale Damai ini, tapi action di lapangannya belum clear. Seperti juga Bale Damai, ini butuh payung hukumnya, Perda atau minimal Keputusan Bupati atau Walikota dulu," katanya.
Ia mengatakan, untuk merealisasikan konsep Bale Damai ini, Kejaksaan Negeri Mataram akan membuat pilot project di tiga Desa di Kabupaten/Kota wilayah kerja Kejari Mataram, yakni di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Utara.
"Kami targetkan dua bulan ini ada tiga Desa yang jadi pilot project. Ini nanti akan kami sosialisasi setelah Lebaran, di Lombok Utara, Mataram dan juga Lombok Barat. Kami juga mendorong agar dibentuk Perda atau minimal Keputusan Kepala Daerah," katanya.
Dipaparkan, kriteria perkara tindak pidana yang bisa cukup diproses mediasi di Bale Damai misalnya tindak pidana yang ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun. Selain itu pelaku tindak pidana yang usianya tergolong lanjut usia di atas 70 tahun.
Bila konsep Bale Damai ini bisa terlaksana, paparnya, maka bisa menekan resistensi masyarakat Desa terhadap pelaku tindak pidana yang usai menjalani pidana, menekan jumlah tahanan dan narapidana penghuni Lapas, juga menciptakan rasa keadilan yang semakin dekat dengan masyarakat.
Dari sisi keuangan negara, hal ini juga bisa menjadi penghematan. Sebab semakin banyak perkara pidana yang ditangani aparat penegak hukum, semakin banyak pula anggaran yang dibutuhkan.
Data yang ada menyebutkan untuk biaya makan penghuni Lapas se-Indonesia itu menghabiskan anggaran setidaknya Rp1,3 Triliun setahun. Belum lagi cost perkara, di Kejari Mataram misalnya dianggarkan Rp3 juta tiap perkara. Bila dalam setahun ada 150 perkara yang ditangani saja sudah bisa mencapai Rp400an juta.
"Nah dengan Bale Damai ini diharapkan bisa menjadi solusi, agar perkara yang bisa diselesaikan di tingkat Desa dengan kearifan lokalnya tidak sampai berlanjut ke proses hukum. Jadi tujuannya adalah agar tidak menimbulkan resistensi, yang kedua ekonomi cepat dan biaya ringan dalam penanganan perkara, dan rasa keadilan di masyarakat itu jadi dekat," katanya.
Bukan hanya untuk mengangkat kearifan lokal, Sumadana menekankan, konsep Bale Damai ini juga memaknai sila ke empat Pancasila yang mengedepankan musyarawah/mufakat.
"Ke depan Bale Damai ini bukan hanya menangani perkara pidana tapi juga perkara perdata. Kami berharap konsep ini juga bisa menjadi trigger bagi daerah lain, dan kancah nasional," katanya.
Sementara itu, Kabag Humas Pemda Lombok Utara, Mujaddid Muhas mengapresiasi program Bale Damai yang diinisiasi Kejaksaan Negeri Mataram.
Mujaddid menjelaskan, saat ini di Lombok Utara sudah terbentuk Majelis Krama Desa (MKD) di 33 Desa, yang dikukuhkan sejak HUT Kabupaten Lombok Utara Juli 2018 lalu.
"MKD diharapkan dapat menjadi solusi terhadap persoalan-persoalan Desa yang sekiranya bisa diselesaikan pada tingkat desa. Tentu Pemda mengapresiasi jika pihak Kejaksaan Negeri Mataram lebih memantapkan lagi dengan konsep Bale Damai itu," kata Mujaddid.
Menurutnya, saat ini tercatat sebanyak 43 desa tersebar di lima Kecamatan yang ada di Lombok Utara. Namun 10 Desa di antaranya merupakan desa persiapan pemekaran yang baru dinyatakan menjadi Desa definitif pada Mei 2019 baru-baru ini.
"Jadi 10 desa belum terbentuk MKD karena baru jadi Desa definitif," katanya.