TUNTUT GANTI RUGI. Pemilik lahan sumber air Ambung, Asmadi (tengah) menunjukan surat kesepakatan dengan Bupati Lombok Timur, didampingi penasehat hukum, Suhardi SH. |
MATARAM - Pemilik lahan di sumber mata air Ambung, Desa Rempung, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur berencana mengajukan somasi kepada Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy.
Mereka menuntut Bupati Sukiman segera menepati janjinya untuk membayar ganti rugi lahan dan pemanfaatan air, seperti tertuang dalam surat kesepakatan bersama yang sudah ditandatangani pada Oktober 2018 silam.
"Kami cuma minta keadilan. Kami minta Bupati (Lombok Timur) untuk memenuhi janjinya," kata Asmadi (55), warga pemilik lahan sumber air Ambung, Senin (23/9) di Mataram.
Asmadi bersama Musmuliadi alias Adi (36) merupakan pemilik lahan sumber air Ambung di Desa Rempung.
Didampingi penasehat hukum dari BKBH FH Unram, Suhardi SH, keduanya menuntut keadilan.
Kasus ini bermula sekitar tahun 1991 silam. Saat itu di atas lahan seluas 37 Are, di Dusun Rempung Barat Utara, milik orangtua Adi, bernama Mul'an, Pemda Lombok Timur membangun bak penampungan air PDAM.
"Dari 37 are tanah itu, ada tiga are yang digunakan untuk membangun bak penampungan air PDAM. Itu sejak 1991 dulu," katanya.
Pembangunan tersebut diduga tanpa izin pemilik lahan.
Menurut Asmadi, selama ini bak penampungan air PDAM itu memproduksi dan menyalurkan kebutuhan air bersih untuk wilayah Kecamatan Sukamulia, Selong, dan Labuhan Haji, selain untuk wilayah Pringgasela sendiri.
Namun pemanfaatan lahan dan air itu tidak ada kompensasi kepada pemilik lahan.
Pada Juli 2018, pemilik lahan kemudian menutup saluran air PDAM tersebut.
"Iya kami lakukan penutupan, karena ini kan lahan milik kami tapi digunakan PDAM tanpa izin dan tidak ada kompensasi untuk kami sebagai pemilik lahan. Kami ajukan upaya permohonan ganti rugi," katanya.
Pada Oktober 2018, papar dia, Bupati Lombok Timur HM Sukiman Azmy meninjau lokasi di sumber air Ambung.
"Secara lisan, Bupati mengakui bahwa itu lahan milik kami. Dan akhirnya kami diundang ke pendopo untuk tandatangani kesepakatan," katanya.
Kesepakatan bersama ditandatangani Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy bersama Musmuliadi dan Asmadi pada Selasa 9 Oktober 2018.
Isi kesepakatan antara lain sebagai para pihak telah bersepakat menyelesaikan permasalahan tanah di kawasan mata air Ambung yang berlokasi di Desa Rempung Kecamatan Pringgasela yang digunakan oleh PDAM sebagai tempat bak penampungan air bersih.
Para pihak sepakat menyelesaikan secara damai obyek kesepakatan dengan melakukan pembebasan tanah dan sepakat menggunakan appraisal dalam menaksir/menilai harga tanah yang luasnya akan ditentukan kemudian oleh pihak kedua dengan syarat tanah yang
digunakan sebagai tempat bak penampungan air bersih oleh PDAM dan
masyarakat harus menjadi bagian dari obyek pembebasan tanah.
Pihak Kedua sepakat membuka akses air untuk digunakan oleh PDAM terhitung sejak ditandatanganinya kesepakatan menghalangi PDAM untuk memperbaiki saluran air yang rusak dan tidak akan mempermasalahkan secara hukum di kemudian hari.
Pihak pertama berjanji akan menyelesaikan obyek kesepakatan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Kesepakatan bersama itu disaksikan oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemda Lombok Timur, H Sahabuddin, Dirut PDAM Lombok Timur Ir Moh Israt, Kabag Hukum Pempa Lombok Timur Lalu Kusmana, Camat Pringgasela, Iskandar, dan Kepala Desa Rempung, Umar Ubaid.
Menurut Asmadi, usai kesepakatan tersebut, Pemda sudah membentuk tim penyelesaian masalah.
Pemda juga sudah melakukan appraisal untuk ganti rugi. Namun sampai sekarang ganti rugi yang dijanjikan belum direalisasikan.
"Karena ada kesepakatan, waktu itu saluran air kami buka kembali. Tapi sampai sekarang belum ada ganti rugi," katanya.
Akhirnya pada April 2019, pihak pemilik lahan kembali menutup saluran air, sambil menunggu kepastian dari Pemda Lombok Timur, terkait ganti rugi.
Asmadi mengatakan, pada April 2019, pihaknya kembali menanyakan masalah pembayaran ganti rugi kepada Pemda Lombok Timur.
"Kita juga diundang rapat, tapi hasil rapat Bupati menyatakan pembayaran ganti rugi tidak dilakukan karena dilarang oleh BPKP. Namun saat kami tanya ke BPKP dan juga BPK, itu tidak dilarang, nggak ada larangan," katanya.
Merasa tuntutannya tidak digubris, Musmuliadi dan Asmadi kemudian mengajukan laporan ke Ombudsman NTB.
"Dari Ombudsman sudah ada pernyataan bahwa terbukti kalau Pemda (Lombok Timur) tidak dapat membuktikan alas hak untuk lahan itu. Dia tergolong mal-administrasi," katanya.
Asmadi menegaskan, pihaknya meminta ganti kerugian untuk tanah yang digunakan dan air yang selama ini disalurkan PDAM Lombok Timur, senilai Rp10 Miliar.
Jumlah ini lebih kecil dari hasil appraisal tim penyelesaian yang mencapai Rp45 Miliar.
"Kami cuma minta Rp10 Miliar, karena kami sadar bahwa air itu untuk kebutuhan masyarakat banyak, ada muatan sosial di dalamnya. Tapi hal itu tidak menghapuskan hak-hak keperdataan kami selaku pemilik tanah. Kami ingin keadilan," katanya.
Ia menambahkan, jika Bupati Lombok Timur atau Pemda tidak membayar ganti kerugian sesuai kesepakatan, maka pihaknya meminta Pemda menerbitkan surat keterangan pelepasan atas lahan tersebut.
"Kalau memang tidak ada itikad baik untuk bayar ganti rugi, ya kami minta ada dokumen pelepasan lahannya. Agar kami juga bisa kelola lahan tersebut," katanya.
Hingga saat ini, saluran air dari sumber mata air Ambung masih ditutup. Hal ini berdampak pada sekitar 6 ribu pelanggan PDAM Lombok Timur terutama di Kecamatan Sukamulia, Selong, dan Labuhan Haji. (*)